Sabtu, 18 April 2015

Sejarah Misi Katolik Pertama di Indonesia

I.     Pendahuluan

a)      Latar Belakang
Sebelum mengetahui sejarah Misi Katolik Roma di Indonesia, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu latar belakangnya yang dimulai Pada abad ke 14. Pekabaran Injil di Asia pada saat itu menjadi macet akibat munculnya agama Islam. Gereja Nestorian yang dikenal dengan paham duofisitpun sudah hampir hilang, padahal sebelumnya daerah pekabaran injilnya begitu luas. Misi di Eropa barat juga ikut berhenti dikarenakan jalan darat dalam pekabaran Injil mulai tertutup. Pada awalnya yang memeberitakan Injil di Asia (Amerika) adalah missionaris-missionaris Katolik. Pada saat itu dari pihak Protestan hampir tidak ada usaha sama sekali. Sebaliknya dalam gereja Katolik timbul semangat mengabarkan Injil. Dikarenakan Kontra-Reformasi, muncullah semangat yang luar biasa, yang tidak hanya berarah pada perlawanan terhadap kaum Protestan, melainkan juga berarah ke daerah-daerah diluar Eropa. Kegiatan di daerah-daerah tersebut menjadi mudah karena sebagian besar merupakan daerah jajahan Spanyol dan Portugal yang merupakan dua negara di Eropa Selatan yang tidak terpengaruh Reformasi. Sejak tahun 1350, orang-orang Portugis sudah mencari jalur laut ke Asia. Awalnya mereka memiliki dua maksud tersendiri dari pelayarannya, yaitu; untuk berdagang dan meneruskan perang salib di tempat-tempat yang dikuasai Islam[1].


b)     Batasan Permasalahan
Penulis akan menjelaskan tentang sejarah Misi Katolik Roma di Indonesia yang akan dimulai dari sejarah awal masuknya Roma Katolik di Indonesia, namun mengingat banyaknya peristiwa yang terjadi, maka penulis akan membatasi pembahasan dan akan lebih mendalam pada sejarah masuknya Roma Katolik di Indonesia ini beserta tantangan dalam Misi Katolik dan Tokoh Misi Katolik Roma di Indonesia.







II.  Misi Katolik Roma di Indonesia

A.    Masuknya Agama-agama di Nusantara
Sudah sejak lama Nusantara menjadi jalur perdagangan antar negara dan bahkan benua. Nusantara sendiri saat itu menghasilkan rempah-rempah yang berasal dari Maluku yang dinilai sangat berharga. Banyak saudagar-saudagar dan pedagang-pedagang dari negara lain seperti India, Mesir, Tiongkok, Persia, Eropa dan Arab akhirnya berlomba-lomba mendapatkan bumbu tersebut dan membawanya ke negara masing-masing, Nusantarapun menjadi jalan dagang tersohor dan kota-kota pelabuhan sempat menjadi daerah kaya di masa itu. Dari kekayaan itu, mereka dapat menaklukkan daerah-daerah di sekitarnya. Timbullah banyak kerajaan yang tersebar di Nusantara seperti Sriwijaya, Mojopahit, Pajajaran, Ternate, Tidore, Bacan, Jailalo dan banyak lagi kerajaan besar-kecil lainnya[2].
Pada mulanya masyarakat-masyarakat di Nusantara memeluk agama-agama suku namun lambat laun masuklah berbagai agama dari negara-negara luar melalui pedagang-pedagang yang datang ke Nusantara. Pada abad-abad pertama sesudah Masehi, pedagang-pedagang Kristen dari Mesir dan Persia menetap di Arabia tenggara, India barat dan selatan, serta di Srilangka. Dari tempat tersebut kemungkinan terdapat pedagang-pedagang Kristen yang ikut datang ke Nusantara. Dalam sebuah buku yang ditulis di Mesir ± tahun 1050 sesudah Masehi, tercatat bahwa terdapat beberapa gedung gereja di “Pansur”. Dan yang dimaksud dengan “Pansur” kemungkinan adalah Barus yang berada di pantai barat Sumatera utara. Selain Kristen, ada lagi agama-agama lain yang masuk ke Nusantara seperti Hindu dan Budha yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari India dan Cina. Agama tersebut berkembang di kerajaan-kerajaan yang ada, seperti Hindu yang berkembang di kerajaan yang ada Pulau Jawa dan Budha berkembang di kerajaan yang ada di Sumatera.
Memasuki abad 13, masuk lagi sebuah agama ke Nusantara yaitu Islam. Pada saat itu agama Islam di bawa oleh pedagang-pedagang yang berasal dari Arab, Mesir, Persia, dan bahkan Gujarat yang saat itu sudah dikuasai oleh Islam. Islam berkembang lebih pesat di Nusantara karena para pedagang Islam tadi menetap di salah satu tempat dan kawin dengan bangsawan yang ada di Nusantara. Tidak hanya itu banyak juga raja-raja beralih memeluk Islam dan memperluas wilayahnya dengan menyerang tetangganya yang masih kafir. Dari situ dapat dilihat bahwa agama-agama yang datang dan sudah berkembang di Nusantara adalah Islam, Hindu, Budha, Kristen yang masih minoritas di masa itu, serta agama-agama suku[3].


B.     Masuknya Roma Katolik di Indonesia
Memasuki abad 15 bangsa Portugis mulai menjelajah Afrika. Dengan didorong kepentingan dagang, semangat menemukan jalan ke India yang dinilai pada waktu itu merupakan suatu wilayah yang kaya akhirnya dimulai[4]. Selain hendak berdagang, Portugis juga memiliki maksud lain, yaitu hendak menguasai dan menghancurkan lalu lintas perdagangan orang-orang Asia terutama Turki dan orang-orang Eropa. Timbul lagi alasan lainnya yang adalah mengenai agama. Bangsa Portugis akhirnya merasa bertanggung jawab atas penyiaran agama Kristen di laut seberang. Pada saat itu Paus sangat menyetujui dan mendorong maksud pekabaran Injil ke negeri-negeri yang lebih jauh lagi. Bahkan sebagai rangsangan, Paus hendak memberikan hadiah kepada raja-raja Portugis yang berhasil menemukan daerah-daerah baru tersebut. Saat itu, raja-rajalah yang berhak mengirim dan membiayai missionaris PI, dan sistem ini dikenal dengan istilah padroado[5]. Di setiap kapal yang berlayar mengarungi lautan inilah terdapat imam-imam yang bertujuan memelihara kerohanian awak kapal yang ada dan setelah mendarat barulah misi mengabarkan Injil kepada penduduk setempat terjadi.
Sekitar tahun 1492 kapal-kapal Spanyol yang juga ikut berlayar bersama dengan Portugis menemukan benua Amerika yang dipimpin oleh Colombus. Saat itu terjadi persaingan antara Spanyol dan Portugis dalam menduduki wilayah-wilayah yang mereka inginkan dan akibat dari itu pada tahun 1494 Paus membagi 2 dunia, Amerika akan menjadi wilayah kekuasaan Spanyol dan Asia menjadi wilayah Portugis. Namun lambat laun masing-masing bangsa tersebut melanggar pembagian batas dari Paus itu, sehingga Portugis bisa sampai ke Brasila dan Spanyol sampai ke Filipina. Dan pada tahun 1498 akhirnya Vasco da Gama memimpin pasukan pelayarannya melewati ujung selatan benua Afrika dan sampai ke India.
Dalam penjajahan Portugis dan Spanyol terdapat beberapa ciri yang khas yang dapat terlihat, misalnya, dalam penjajahan Portugis dibeberapa wilayah di dunia, mereka hanya mendirikan beberapa benteng di wilayah jajahan yang kecil daerah sekitarnya. Kemudian bangsa Portugis yang menjajah ini pada umumnya menetap di daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah negara-negara yang kuat dan sudah memeluk agama-agama tinggi yaitu Islam, Hindu, dan Budha, Nusantara adalah salah satu wilayah tersebut. Sedangkan dalam penjajahan Spanyol, mereka memiliki ciri khas dengan menjajah ke seluruh wilayah yang ditemukannya (Amerika Selatan/Tengah dan Filipina) dan wilayah jajahan mereka sebagian besar memiliki penduduk yang beragama suku yang lambat laun tidak dapat mempertahankan diri dari serangan senjata api pasukan tentara dan Injil dari missionaris Spanyol[6].
Orang-orang Portugis akhirnya sampai ke perairan Nusantara melalui jalur laut sebelah barat. Dan pada tahun 1511 orang-orang Portugis berhasil menaklukkan Malaka. Pada saat itu  Malaka merupakan pusat perdagangan yang penting dan pada tahun 1512 Portugis sudah masuk ke Maluku. Sekitar tahun 1522 mereka menetap di Ternate dan mendirikan sebuah benteng yang bernama Sao Paulo yang berfungsi sebagai tempat berlindung dan beribadah para saudagar-saudagarnya. Di situ pula pelayanan gereja di Nusantara mulai terlihat, Portugis memulai misi mengabarkan Injil kepada penduduk asli yang berada di dekat benteng. Pada saat itu sudah terdapat tiga daerah kekuasaan Portugis yaitu di Goa India Barat, Malaka, dan Ternate. Ternate dijadikan pangkalan militer dan Misi Portugis di Indonesia. Nasib dari misi Portugis tersebut tergantung dari hubungan antara orang-orang Portugis dengan penguasa Ternate pada saat itu yang merupakan seorang sultan bernama Hairun. Akhirnya dari pihak Portugis dan sultan Hairun menjalin hubungan dagang. Di Maluku sendiri saat itu penduduknya terbagi atas dua golongan, yaitu: ulisiwa yang merupakan golongan masyarakat beragama suku, dan ulilima yang merupakan golongan masyarakat beragama Islam di bawah pemerintahan sultan[7]. Pada tahun 1558, Portugis meresmikan sebuah keuskupan di Malaka. Portugis yang pertama kali memasuki daerah Nusantara dan mengabarkan Injil di Ternate kemudian melanjutkan menyebarkan Injil ke tempat lain seperti di NTT dan Sulawesi Utara.

C.    Tantangan Misi Katolik
Setelah tahun 1547, misi pekabaran Injil Portugis di Nusantara mulai terlihat berkembang namun dalam perkembangannya kedepan gereja terpaksa harus merasakan banyak tantangan. Pada Gereja di Maluku misalnya harus menghadapi penderitaan dikarenakan pergolakan politis yang terus menerus berlangsung disana. Pada tahun 1547-1570 Ternate merupakan pusat dari Misi Portugis. Di tempat tersebut juga menetap kepala orang-orang Yesuit, Dominikan, dan Fransiskan[8]. Misi gereja saat itu terikat pada kekuasaan negara Portugis, hal inilah yang mengakibatkan orang-orang Portugis sering terlibat dalam hal-hal politik. Penguasa atas Ternate saat itu adalah sultan Hairun (1535-1570). Sultan Hairun menginginkan kerajaannya bisa menguasai seluruh Maluku dan daerah di sekitarnya, termasuk tiga kerajaan Islam yang lain. Kehadiran Portugis dianggapnya sebagai penghalang akan keinginannya tersebut. Hairun sebenarnya tidak menyukai orang-orang Portugis dan juga daerah-daerah yang menerima ajaran Kristen karena dianggapnya akan menjadi sekutu Portugis. Salah satu faktornya ialah karena dua kali ia ditangkap Portugis tanpa alasan yang sah. Namun di lain hal, ia juga harus terpaksa menjalin kerjasama dengan Portugis.
Pada waktu Portugis dan Ternate sedang akur, ketiga kerajaan Islam yang lain datang dan memusuhi Portugis, serta menghambat misi penginjilan mereka. Namun jika sebaliknya Portugis dan Ternate sedang berseteru, ketiga kerajaan Islam itu bersikap ramah terhadap mereka dan anggota-anggota misi mereka. Hal ini mengakibatkan misi Portugis tersebut sempat mendapatkan pukulan terus dari Ternate atau dari musuhnya yang lain. Meskipun begitu, jemaat-jemaat di sana masih dapat maju. Bila merasa terancam oleh Ternate, daerah-daerah lain yang beragama Islam maupun beragama suku meminta pertolongan kepada Portugis dan menyamai kekuasaan Hairun. Pada zaman itu cara terbaik menjalin persahabatan dengan Portugis adalah dengan menerima agama mereka, dengan demikian permintaan akan baptisan kian meningkat dari beberapa daerah.
Di Halmahera harapan akan perkembangan misi gereja mulai terlihat. Saat itu orang-orang yang menjadi Kristen di Halmahera utara dan di Morotai kian bertambah. Namun sekitar tahun 1557 terjadi krisis. Saat itu panglima Portugis melakukan tindakan yang membuat sultan Hairun marah. Panglima Portugis merebut cengkeh yang merupakan milik sultan, ketika sultan mengetahui tindakan panglima tersebut, sultanpun tidak terima dan melawannya, namun ia justru ditahan oleh Portugis. Kemudian Hairun dibebaskan oleh orang-orang Portugis yang tidak menyukai perbuatan panglimanya tersebut. Sultan yang merasa terhina akan perbuatan panglima Portugis itu melampiaskan kemarahannya pada orang-orang Portugis dan jemaat-jemaat Kristen yang ada. Akhirnya terjadi kesusahan yang menimpa kehidupan orang-orang Kristen di seluruh kepulauan Maluku. Terjadi Islamisasi di Halmahera, orang-orang yang sudah memeluk agama Kristen dipaksa untuk memeluk agama Islam. Krisis inipun tidak bisa mempertahankan perkembangan misi di Maluku utara. Namun lambat laun misi Kristen tersebut mulai dibangun kembali dan sekitar tahun 1565 jumlah kampung-kampung Kristen menjadi 47 buah dengan jemaat sebanyak 80.000 jiwa[9].
Di kepulauan-kepulauan yang dikuasai raja-raja Islam, misi Kristen juga dapat terlaksana. Pada awalnya raja-raja tersebut sempat memberikan hambatan terhadap orang-orang Kristen, namun hal ini mulai berubah ketika hubungan Portugis dengan sultan Hairun menjadi tidak akur. Saat raja Bacan dan Tidore dibabtis, hubungan Portugis dan sultan Hairun makin memanas. Sultan Hairun beranggapan bahwa Portugis hendak membuatnya rugi dengan cara menjalin kerjasama dengan raja-raja saingannya tersebut. Sekitar tahun 1569, gereja sudah memasuki puncak perkembangannya, terutama di Maluku Utara. Namun hal itu kembali berubah karena terjadinya sebuah Krisis baru yang melebihi krisis sebelumnya. Krisis ini dimulai dari penghambatan akan orang Kristen di Halmahera Utara dari pihak sultan Hairun yang terjadi sekitar tahun 1568-1569. Orang-orang Portugispun tidak berkutik akan penghambatan tersebut. Suatu ketika panglima Portugis melakukan suatu kesalahan besar. Pada awalnya panglima Portugis mengadakan perjanjian damai dengan sultan Hairun dan keesokan harinya sang sultan dikhianati dengan cara dibunuh (1570). Akibat dari pembunuhan sultan tersebut terjadilah peperangan. Benteng Sao Paulopun diisolasikan dari dunia luar oleh pihak sultan yang dibunuh tadi. Portugis akhirnya menyerah dan sisa-sisanya menyingkir ke Ambon dan Tidore. Di Tidore ini menjadi pusat baru kekuasaan dan misi Portugis[10].
Setelah tahun 1570 misi Kristen di Maluku Utara mulai terlihat hancur berantakan. Namun di Bacan dan Tidore masih ada jemaat-jemaat kecil yang dapat bertahan selama beberapa puluh tahun. Tahun 1580, Spanyol yang dari Filipina akhirnya datang membantu Portugis dan bersama-sama berhasil mengalahkan Ternate pada tahun 1606. Berkat kemenangan ini misi di Halmahera berangsur-angsur dapat dijalankan kembali, namun beberapa tahun kemudian sekitar tahun 1613, misi di Halmahera akhirnya berhenti dan memaksa para missionarisnya angkat kaki dari tempat itu. Hal ini dikarenakan munculnya suatu kekuasaan baru di Maluku[11], yaitu para orang-orang Belanda. Pada saat itu sultan Ternate pengganti Hairun menjalin kerjasama dengan Belanda. Pada akhirnya jemaat hasil misi Portugispun tidak bersisa di tempat tersebut karena Belanda juga melakukan Protestanisasi di tempat tersebut. Namun meskipun begitu, misi pekabaran injil Roma Katolik menuai keberhasilan di kepulauan Timor, Flores, dan Solor.

D.    Fransiskus Xaverius
Dalam perjalanan Misi Katolik di indonesia tidak terlepas dari seorang tokoh yang sangat berpengaruh akan perjalanan perkembangan Misi tersebut, ialah Fransiskus Xaverius. Fransiskus Xaverius lahir di Spanyol sebagai anak bangsawan pada tahun 1506. Ia bercita-cita menjadi seorang imam meskipun tanpa merasa ada panggilan tertentu. Pada awalnya Xaverius bekerja di Goa, di tengah-tengah masyarakat yang terlihat sangat hancur. Meskipun begitu ia tetap melayani masyarakat pribumi dan berlayar ke daerah utara Goa untuk membina jemaat yang terlantar disana. Dua tahun lamanya ia berada di India lalu mendengar adanya kesempatan baik di Sulawesi Selatan dan mulai berangkat ke Malaka. Setelah sedikit-sedikit belajar bahasa Melayu, iapun berangkat ke Maluku. Di Maluku ia bekerja selama 15 bulan lamanya.
Xaverius adalah seorang perintis gaya baru dalam menjalankan Misi Katolik. Saat itu di Ternate, orang-orang Kristen hidup seenaknya dan sama sekali tidak paham akan hal agama. Dari situ Xaverius menyelenggarakan pelajaran tentang agama Kristen kepada anak-anak dan orang dewasa. Dalam mengajar ia mempunyai metode rumusan-rumusan pokok iman Kristen, seperti pengakuan iman rasuli, doa Bapa kami, salam Maria, sepuluh perintah dan lainnya lagi yang dikajinya didepan orang yang berkumpul[12]. Para pendengarnya harus mengulangi naskah-naskah yang dikajinya tersebut sampai hafal. Pada malam hari, Xaverius memegang lonceng dan mengajak para penduduk untuk mendoakan jiwa-jiwa di api penyucian. Di Ternate sendiri, Xaverius menyusun semacam katekismus dalam bentuk sebuah syair lagu yang di dalamnya mengandung penjelasan dari pengakuan iman. Saat itu bahasa yang dipakai adalah bahasa Portugis, tetapi ada juga yang sudah dimuat dalam bahasa Melayu yang dipakai diseluruh Maluku. Xaverius terus berupaya mengajarkan ilmu keagamaan terhadap orang-orang Kristen tersebut dengan tujuan agar mereka meninggalkan penyembahan-penyembahan berhala hingga benar-benar dan sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus. Tidak hanya dengan orang Kristen, Xaverius jiga bergaul dengan orang beragama Islam di Ternate, bahkan pada sultan Hairun. Dengan menjalin persahabatan, ia mengunjungi banyak jemaat di Halmahera yang tengah berantakan dan lama tidak melihat kedatangan seorang imam.
Di Ambon terdapat 7 kampung yang sudah berhasil dikristenkan. Di tempat tersebut ia menggunakan metode yang hampir sama. Dengan di temani seorang anak laki-laki ia memasuki banyak rumah yang di dalamnya terdapat orang-orang yang butuh di layani secara rohani. Anak-anak yang mengikutnya tadi juga menjadi penghantar mengucapkan pengakuan iman rasuli dan kesepuluh perintah. Tidak hanya itu ia juga mengajarkan doa-doa dan pokok-pokok iman lainnya kepada anak-anak dan orang dewasa ditempat itu dengan dibantu jurubahasa. Selain kepada orang Kristen, Xaverius juga berusaha mengajarkan Injil kepada orang-orang yang menganut agama nenek moyang dengan mengelilingi Leitimor, pulau Seram, Saparua, dan Nusa laut[13]. Tidak mau menetap di Maluku, ia akhirnya meninggalkan Maluku dan pergi ke Jepang. Dari keberangkatannya banyak pihak yang sangat menyayangkannya, bahkan bagi orang-orang Islam kala itu.






III.   Kesimpulan 
Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Nusantara sejak awal sudah menjadi jalur dagang tersohor dan kaya. Saudagar-saudagar yang datang ke Nusantara untuk berdagang membawa agamanya masing-masing seperti Islam, Kristen, Hindu serta Budha dan lambat laun berkembang di Nusantara. Islam sendiri yang masuk pada abad 13, merupakan agama yang paling sukses berkembang di Indonesia karena banyak pedagangnya kawin dengan bangsawan Nusantara serta banyaknya raja-raja yang beralih ke agama tersebut. Memasuki abad 15 orang-orang Portugis dan Spanyol mempunyai maksud tersendiri untuk datang ke wilayah Asia dan Amerika yaitu hendak meraup keuntungan dengan berdagang, menguasai jalur perdagangan yang saat itu dikuasai Islam, dan hendak menyebarkan kembali Injil. Pada akhirnya Portugis berhasil memasuki Malaka tahun 1511, kemudian ke Maluku pada tahun 1512. Memasuki tahun 1522, Portugis sudah berada di Ternate dan membangun benteng disana yang diberi nama Sao Paulo. Di sana Portugis mulai menyebarkan injil kepada orang-orang pribumi yang berada di sekitar benteng. Setelah berkembangnya misi pekabaran injil yang dibawa Portugis, mereka harus merasakan banyak tantangan. Tantangan pertama datang dari pihak kekuasaan Ternate pada waktu itu yaitu dari sultan Hairun dan tantangan kedua datang dari kekuasaan baru yang bergabung dengan kekuasaan sultan Hairun yaitu pihak Belanda. Pada tahun 1613, misi pekabaran injil di Maluku terlihat gagal karena Belanda yang juga datang di kala itu melakukan Protestanisasi terhadap orang-orang di Maluku. Meskipun di Maluku terlihat gagal, misi pekabaran injil dari Roma Katolik dapat berjalan baik di kepulauan Timor, Flores, dan Solor. Dalam perkembangan Misi Roma  Katolik tidak terlepas dari peranan tokoh yang ikut membantu. Ialah Fransiskus Xaverius (1506), seorang anak bangsawan dari Spanyol yang menempatkan diri sebagai pelayan gereja saat itu. Dalam mengembangkan Misinya, Xaverius menggunakan metode-metode yang unik kepada masyarakat Maluku seperti menyelenggarakan pelajaran tentang agama Kristen, mengajarkan pengakuan iman rasuli, salam Maria, sepuluh perintah Allah, dan doa Bapa kami. Dalam mengajar, Xaverius dapat dikatakan sukses seperti di beberapa tempat di Leitimor, pulau Seram, Saparua, dan Nusa laut. Setelah 15 bulan bekerja, Xaverius akhirnya meninggalkan Maluku dan berlanjut ke Jepang karena melihat sebuah peluang di sana. Karena Xaverius dikenal sangat bersahabat, saat keberangkatannya banyak masyarakat Maluku yang menyayangkannya dan menjadi sedih, bahkan sultan Hairun mudapun ikut merasakannya.



[1]. Thomas Van den End, Harta dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm. 204-205
[2]Dr. Th. Van den End, Ragi Carita I Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm. 19
[3]. Ibid.
[4] . Ibid.  hlm. 28
[5] . Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hlm. 96
[6] . Thomas Van den End, Harta dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm. 205
[7]. Ibid. hlm. 212
[8] . Dr. Klaus Wetzel, Kompendium Sejarah Gereja Asia, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), hlm. 143
[9]. Dr. Th. Van den End, Ragi Carita I Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) hlm. 55
[10]. Ibid.
[11]. Ibid. hlm. 56-57
[12]. Thomas Van den End, Harta dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm. 207
[13]. Op. Cit. hlm. 50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar