I.
Gereja di Asia (Zaman PB – Abad 13 M)
Awal
perjalanan Gereja mula-mula dimulai dari peristiwa pentakosta. Kemudian
dilanjutkan dengan khotbah pertama Petrus di serambi Salomo yang membuat
sekitar 3000 orang pendengar memilih menjadi pengikut Kristus. Setelah itu
benih-benih Gereja tersebut mulai disebut “Kristen” untuk pertama kalinya di
Antiokhia (Kis 11:26). Sejarah permulaan Gereja dapat ditemui di sepanjang
kitab Kisah para Rasul yang menggambarkan perjalanan Gereja mula-mula. Pada
awalnya pemimpin Gereja mula-mula ialah para murid Yesus yakni para Rasul.
Setelah zaman murid Yesus tersebut berakhir sekitar tahun 70-140 M terjadilah
banyak perubahan dan perkembangan dalam Gereja. Misalnya dalam hal
kepemimpinan, setelah zaman para Rasul, kepemimpinan beralih ke nabi-nabi atau
pengajar-pengajar yang memiliki karunia (orang-orang berkharisma), lalu ke penatua (presbiter)
dan kemudian uskup (episkopos)[1].
Saat
itu kekristenan terbagi atas dua yakni Kristen Yahudi yang masih berpokok pada
Taurat dan Kristen Helenis yang merupakan Kristen percampuran budaya yang
dipelopori oleh Paulus. Dalam perjalanan Gereja mula-mula, Gereja tersebut
diketahui mengalami banyak hambatan dan tantangan dalam perkembangannya.
Hambatan tersebut antara lain datang dari pemeluk Kristen Yahudi yang memiliki
perbedaan pandangan teologi dengan Kristen Helenis yang dipelopori rasul Paulus
itu. Selain dari Kristen Yahudi, Gereja mula-mula juga di perhadapkan dengan
adanya penganiayaan yang hebat dari pihak pemerintahan kekaisaran Roma. Saat
itu orang-orang Kristen dikejar-kejar dan hendak dibunuh apabila tidak mau
menyembah kaisar yang berkuasa di masa itu. Namun meskipun mndapati banyak
tantangan, Greja tetap berusaha untuk berkembang dan tidak takut akan tantangan
selanjutnya yang akan terjadi.
Sekitar
tahun 64 M terjadi peristiwa terbakarnya kota Roma. Pada peristiwa tersebut
orang-orang Kristen mendapat fitnah sebagai pelaku pembakaran tersebut, padahal
sesungguhnya pelakunya ialah Kaisar Nero yang berencana mengubah kota Roma
sebagai kota metropolitan[2].
Akibat dari peristiwa tersebut orang-orang Kristen mendapati penganiayaan dan
terpaksa harus diusir keluar kota Roma. Dalam perjalanan Gereja mula-mula
terdapat istilah martyr yang berarti
orang-orang yang rela mati demi mempertahankan imannya. Dari martyr inilah
Gereja mula-mula menjadi semakin bersemangat untuk tetap berkembang. Memasuki
tahun 70 M terjadi lagi suatu peritiwa besar yang mempengaruhi perkembangan Kristen
yakni peristiwa hancurnya kota Yerusalem yang dipelopori oleh tokoh bernama
Titus. Dampak dari peristiwa tersebut, kekristenan Yahudi menjadi semakin
merosot. Namun dibalik itu Kristen Helenis justru semakin berkembang di
berbagai daerah seperti; Siria, Asia kecil, Mesopotamia, Mesir, Italia dan
Yunani[3].
Memasuki
abad ke II, Gereja yang pada awalnya berjumlah sedikit sudah mulai bertambah
banyak dan meluas di berbagai daerah
sehingga menjadi agama yang besar. Saat itu Gereja mulai berjumpa dengan
berbagai corak kebudayaan, agama lain, dan beberapa ilmu filsafat. Dari
perjumpaan itu tidak sedikit ditemui bberapa ajaran-ajaran sesat yang sempat
menjadi penghambat kekristenan. Beberapa ajaran tersebut seperti Gnostik yang dalam ajarannya menyinggung
pokok asal muasal dunia, tabiat manusia, dan asal mula kejahatan[4].
Kemudian Marcion yang pokok ajarannya
menekankan tentang keselamatan yang hanya dapat diperoleh oleh iman kita kepada
Yesus Kristus saja[5].
Ajaran ini secara mentah-mentah menolak Perjanjian Lama karena menganggap Allah
dalam Perjanjian Lama adalah Allah yang kejam. Lalu ada pula Montanisme, dipelopori oleh Montanus dan
dibantu dua orang temannya yakni Priscilla dan Maximilla yang dalam pokok
ajarannya ingin menghidupkan kembali parousia
yang dilihatnya mulai memudar[6].
Gerakan ini juga bernubuat bahwa Yerusalem baru akan didirikan di Pepuza.
Di
abad ini dalam perkembangan kekristenan, terdapat tokoh yang cukup penting dan
berpengaruh dalam Gereja. Salah satunya ialah Yustinus Martyr yang merupakan
seorang teolog pertama yang berusaha menguraikan iman Kristen secara ilmiah. Ia
mengajarkan agama Kristen dengan mengadopsi filsafat Stoa yaitu wawasan logos yang diterjemahkan sebagai Firman,
Akal, dan Pikiran. Yustinus mengakui bahwa Allah yang tidak dikenal itu telah
memperkenalkan diri dengan mengutus AnakNya ke dunia untuk menyelamatkan
manusia. Selain mengajar ia juga membuat kerya tulis yang berjudul Apology yang
ditujukannya kepada kaisar Antoninus Pius yang menyinggung bahwa penyiksaan yang
dilakukan penguasa Romawi terhadap orang-orang Kristen adalah salah.
Sebaliknya, mereka seharusnya bergabung dengan orang Kristen untuk menunjukkan
kepalsuan sistem penyembahan dewa-dewa yang pada saat itu juga marak terjadi.
Tokoh
lainnya yang juga mempengaruhi Gereja ialah Polycarpus[7]
yang mati sebagai martyr di Smirna sekitar tahun 156 karena menolak menyembah
pada kaisar dan dewa-dewi yang disembahnya. Tokoh selanjutnya ialah Irenaeus
yang pada tahun 177 menjadi uskup di Lyons, Irenaeus adalah orang yang
mempelajari ajaran yang dianggap sesat yaitu Gnostik lalu kemudian melawan
ajaran tersebut karena dianggap bertolak belakang dari ajaran Kristen yang
sebenarnya. Dan tokoh berikutnya ialah Tertulianus yang pada tahun 196
menuliskan banyak karya sehingga ia digelari bapak teolog Latin.
Di
abad ke III, lagi-lagi Gereja diperhadapkan dengan penganiayaan yang masih
dalancarkan oleh kekaisaran Romawi. Dari penganiayaan tersebut muncullah
golongan apologet, yakni golongan
yang berusaha membela iman Kristen. Salah satu tokoh yang masuk dalam golongan
ini adalah Origenes. Ia dikenal juga sebagai penulis, ia mulai menulis pada
tahun 205 yang dalam penulisannya bertujuan untuk membela ajaran iman Kristen.
Selain Origenes terdapat juga Cyprianus yang merupakan uskup dari Kartago yang
menulis karya berjudul “On the Unity of
the Church” (Persatuan di dalam Gereja). Karena ia menolak melakukan
persembahan korban bagi dewa-dewa kafir, Cyprianus harus menerima siksaan dari
kekaisaran dan mati dipenggal pada tahun 258.
Sekitar
tahun 250, ketika berada dalam pemerintahan kaisar Decius, penganiayaan
terhadap kekristenan terus berlanjut dan makin menjadi-jadi. Saat itu kaisar
Decius menyuruh membunuh umat Kristen terutama para uskup dengan maksud agar
jemaat yang ada dalam Gereja kehilangan pemimpinnya sehingga Gereja tersebut
perlahan-lahan menghilang. Akan tetapi cara yang digunakan kaisar Decius ini
tampaknya kurang berhasil karena umat Kristen tetap tidak jera untuk tetap
mempertahankan imannya sebagai pembela Kristus.
Pada
tahun 270 seorang tokoh bernama Antonius meninggalkan seluruh harta bendanya
dan memilih untuk hidup sebagai pertapa yang menjadi latar belakang dari
kerahiban. Gerakan pertapaan yang dilakukan Antonius ini menekankan kehidupan
suci dan sederhana yang dalam hidupnya harus disertai dengan tindakan askese dengan menjauhi hal-hal yang
berhubungan dengan duniawi.
Memasuki
abad ke IV, negara akhirnya mengakui kekalahannya pada Gereja karena tidak
berhasil memusnahkannya. Hal ini menjadi awal yang baik bagi Gereja itu sendiri
dan akhirnya Gereja mendapatkan pengakuan serta dukungan penuh oleh negara. Hal
tersebut terjadi ketika kaisar Konstantinus Agung berkuasa. Kaisar Konstantinus
sendiri bertobat dan mulai menerima iman Kristen sekitar tahun 312. Pada tahun
313 kaisar Konstantinus mengeluarkan Edik Milano. Karena sudah mendapatkan
pengakuan serta dukungan penuh atas Gereja, tidak menunggu waktu yang lama
akhirnya Gereja menjadi agama resmi di kerajaan Romawi. Gerejapun menjadi kaya
karena negara menyokong dan memberi bantuan sepenuhnya atas Gereja. Selain
kaya, Gereja juga menjadi semakin penuh akan jemaat karena banyak orang masuk
Kristen dan diantaranya ada orang-orang yang tadinya murtad kembali memeluk
agama Kristen.
Di
abad ke IV ini Gereja di perhadapkan pada beberapa persoalan baru yang dimulai
dari turunnya semangat yang dulu berkobar-kobar ketika masih di masa
penganiayaan. Gereja diwarnai dengan kesuraman karena ada banyak orang yang
berlomba-lomba menjadi Kristen hanya untuk mendpatkan penghormatan dan pangkat
semata. Hal tersebut akhirnya memicu beberapa orang yang tidak menyukai suasana
Gereja tersebut untuk melakukan askese. Kegiatan tersebutpun berlanjut sampai
pada berdirinya kaum cluny. Selain
itu ancaman serius lain juga muncul seperti caesaropapisme
yakni raja-raja memandang diri sebagai kepala Gereja. Ancaman lainnya juga
muncul dari ajaran sesat baru bernama arianisme[8]
yang dipelopori oleh Arius yang seorang imam di Alexandria yang beranggapan
bahwa Kristus adalah makhluk pertama yang termulia dari segala manusia sehingga
boleh dianggap sebagai Allah tetapi meskipun begitu Dia bukanlah Allah yang
sesungguhnya. Atas pemahaman ajaran sesat tersebut, kaisar Konstantinuspun
turun tangan dengan mengadakan konsili. Masalah tersebut dibahas bersamaan
dengan penetapan pengakuan iman (credo)
dan diputuskan pada Konsili Nicea[9]
(325) dan Konsili Konstantinopel[10]
(381) yang hasilnya membuat aliran arianisme tersebut berakhir.
Di
abad ke IV ini juga, terdapat tokoh penting yang ikut berperan dalam
perkembangan Gereja seperti Athanasius yang pada tahun 367 menuliskan
surat-surat paskah yang di dalamnya berisi kitab perjanjian baru yang
dikanonkan untuk pertama kalinya. Pada tahun 387, seorang uskup bernama
Augustinus menjadi Kristen sepenuhnya setelah meninggalkan ajaran lamanya yaitu
manikheisme[11].
Ia terkenal dengan tulisannya dengan judul Buku Pengakuan (Confessionum) dan juga Kota Allah (De Civitate Dei).
Perjalanan
Gereja di abad ke V selanjutnya diwali dengan beberapa karya yang berhasil
diselesaikan oleh beberapa tokoh. Shopronius Eusibius Hieronimus salah satunya.
Ia merupakan asisten dari Damasius seorang uskup di Roma yang menjabat sekitar
tahun 366-385, ia berhasil menyelesaikan terjemahan Alkitab kedalam bahasa
Latin yang disebut dengan Vulgata pada tahun 405[12].
Selanjutnya ada Patrick yang merupakan bekas budak di Irlandia. Ia berhasil
menjalankan misinya sebagai pekabar Injil di negara dimana dulunya ia menjadi
budak pada tahun 432, selain itu ia juga berhasil membuat sekitar 120.000 orang
menjadi Kristen dan mendirikan sekitar 300 Gereja[13].
Di
abad ke V, Gereja juga tidak luput dengan permasalahan baru. Saat itu Gereja diperhadapkan
pada pertikaian yang menarik dua tokoh yaitu Nestorius dan Cyrillus yang
disebabkan oleh perbedaan pendapat mengenai dua tabiat Kristus. Belum selesai
sampai disitu, terjadi lagi pertikaian yang diakibatkan Nestorius karena
memberi gelar kristotokos kepada
Maria Ibu Yesus. Untuk menyelesaikan masalah ini akhirnya kaisar menyusun
konsili yang berlangsung di Efesus (431) yang berakibat dipecatnya Nestorius
dari keuskupan dan atas pahamnya tersebut ia dinyatakan sesat oleh Gereja.
Konsili berikutnya adalah konsili Chalcedon (451) yang keputusannya berakibat
perpecahan pada gereja yang ada dalam kekaisaran Romawi yaitu gereja timur
Monofisit (Cyrillus) dan barat Nestorian (Nestorius)[14].
Dari gereja yang terpisah ini sebenarnya sudah sejak lama terlihat corak
perbedaannya, yaitu; pada gereja monofisit (meliputi gereja Ortodoks timur dan
gereja lainnya) masih menggunakan sistem episkopal dan teologi yang dipakai
adalah dari teologi Irenaeus, Athanasius, dan Cyrillus yang pokok teologinya
mengenai kefanaan manusia. Sedangkan pada gereja Nestorian (meliputi gereja
katolik Roma dan gereja reformasi (protestan)) menggunakan sistem sebaliknya
yaitu keuskupan ada di bawah Paus dan dalam protestan sistem tersebut sudah
ditiadakan. Teologi yang digunakannya pun berbeda, yaitu teologi Tertullianus
dan Augustinus yang teologinya mengenai dosa dan rahmat Tuhan. Selanjutnya
perbedaan juga terlihat dari cara kedua gereja tersebut dalam masyarakat dan
negara.
Didalam
gereja yang berpisah tadi, terdapat tokoh yang banyak mempengaruhi gereja serta
menginspirasi banyak orang awam. Tokoh tersebut ialah Ambrosius yang mewakili
pemikiran barat tentang hubungan gereja dan kenegaraan, selain Ambrosius
terdapat tokoh lain lagi yaitu Augustinus yang seorang bapak gereja termasyur
karena membantah ajaran-ajaran sesat dan terkenal akan karyanya yang berjudul
De Civitate Dei yang menginspirasi orang banyak termasuk Luther dan Calvin.
Memasuki
abad ke VI, kekristenan dalam Gereja yang terpisah tadi mulai mengambil
jalannya masing-masing. Dalam Gereja barat misalnya di abad tersebut sekitar
tahun 529 berdirilah sebuah ordo untuk pertama kalinya. Ordo tersebut bernama Ordo Benedictin, diambil dari nama
pelopornya yaitu Benedictus dari Nursia. Ordo ini menuntut tiga janji bagi para
pengikutnya yaitu; kemiskinan, kesucian (kesucian kelamin), dan ketaatan.
Gerakan ini semakin lama semakin berkembang dan menyebar hingga ke Italia dan
Perancis. Gerakan ini juga memiliki andil besar dalam sejarah Gereja barat
karena aturan dalam gerakan ini dipakai oleh hampir semua biara, dan mulai dari
saat itu kehidupan kekristenan dalam Gereja barat berpusat pada biara.
Sekitar
tahun 590, seorang tokoh bernama Gregorius diangkat menjadi Paus. Pengkristenan
paksa terhadap suku-suku di Jerman menjadi salah satu prestasinya. Selain itu
Gregorius juga menjadi seorang perintis pembaharuan musik Gereja yang sampai
sekarang dikenal sebagai musik Gregoriani. Ia juga di kenal sebagai orang yang
menetapkan ajaran gereja tentang api penyucian dan dalam hal keselamatan,
Gregorius berpendapat bahwa keselamatan kekal hanya dihasilkan oleh kerja sama
dari rahmat Tuhan dengan jasa, amal, dan penitensia
manusia.
Dalam
Gereja bagian timur atau yang lebih dikenal dengan Kristen Nestorian yang
tadinya memisahkan diri dari Gereja yang satu, mulai mencoba bangkit dengan
mendirikan Gerejanya sendiri di Persia. Dalam mengabarkan Injil, Gereja
Nestorian bisa dibilang berhasil berkembang dengan baik. Kegiatan pekabaran
Injil oleh Gereja Nestorian sendiri meliputi seluruh Asia. Orang-orang Kristen ini
diketahu telah menyebarkan Injil ke Arabia, India, Asia Tengah, dan Tiongkok.
Dalam menyebarkan Injil, orang-orang Nestorian mengikuti sebuah jalur
perdagangan yang menghubungkan wilayah Cina dengan India yang biasa disebut
sebagai “jalan sutra”[15].
Melalui jalan sutra tersebut, Gereja Nestorian bertemu dengan seorang tokoh
pelopor agama Islam yakni Muhammad, dan hal ini menjadi latar belakang
perjumpaan awal Gereja dengan Islam. Hingga akhir abad ke VI, Gereja Nestorian
tetap berusaha menunjukkan kemampuannya untuk terus mengabarkan Injil.
Memasuki
abad ke VII, kekristenan mulai meluas dan pekabaran Injil kelihatan sudah mulai
mapan di seluruh dunia. Gereja Barat dan Gereja Timur memiliki perkembangannya
sendiri-sendiri. Dalam abad ini, Gereja Nestorian (Timur) yang berkembang di
Asia mulai terancam perkembangannya dengan adanya agama Islam yang melakukan
ekspansi-ekspansi ke berbagai negara yang mayoritas Kristen. Pada akhirnya
kekristenan mulai terlihat semakin merosot dan bahkan diketahui hampir hilang
di beberapa daerah di Asia pada masa itu. Hal ini diakibatkan karena
tekanan-tekanan dan hambatan hebat yang diberikan Islam kepada orang-orang
Kristen. Ada beberapa faktor mengapa Islam melakukan ekspansinya, yakni faktor
agama, sosial, dan ekonomi. Akibat hambatan yang diberikan Islam juga membuat
kehidupan orang-orang Kristen saat itu mulai berubah menjadi sangat tidak
makmur karena Islam mendiskriminasinya. Tindakan diskriminasi orang-orang Islam
kepada orang-orang Kristen dimasa itu mencakup faktor sosial dengan pengucilan
terhadap orang Kristen, ekonomi dengan menaikkan pajak hanya kepada orang
Kristen, dan agama dengan mengklaim agama Kristen berada dibawah Islam, bahkan
orang Kristen dilarang menginjili orang Islam. Namun kendatipun mendapatkan
diskriminasi, orang-orang Kristen juga mendapatkan sedikit saja toleransi dari
orang Islam dengan memperbolehkan tinggal berdampingan. Pada akhirnya perluasan
agama Islam yang cepat di abad ini menjadi tantangan besar bagi kekristenan di
Asia, bahkan menjadi tantangan terbesar dalam sejarah Gereja sehingga kehidupan
orang Kristen dalam negara yang dikuasai Islam tersebut lebih memilih untuk
bertahan dari pada berkembang lagi hingga kini[16].
Umat
Kristen dan Islam di Asia hidup berdampingan selama hampir beberapa abad
lamanya meskipun umat Kristen sering dan masih mendapatkan tindakan
diskriminasi. Di abad ke VIII, orang-orang Kristen yang tinggal berdampingan
dengan Islam tersebut diberikan gelar “warga kelas dua” dalam lingkungannya[17].
Kehidupan yang tidak makmur itu masih terus berlanjut hingga akhirnya pada abad
ke XI keadaan itu berubah dikarenakan terjadi perang salib yang mengakibatkan
hancurnya hubungan Kristen dan Islam sampai sekarang. Ada berbagai latar
belakang yang memicu terjadinya perang salib, salah satunya ialah pembunuhan
raja Aragon di Spanyol oleh seorang muslim (1063), oleh sebab demikian Paus
Alexander II mengerahkan orang-orang Kristen untuk merebut kembali sebagian
daerah Spanyol yang berusaha dikuasai oleh Islam dan pada tahun 1085 pasukan
Kristen berhasil merebut Kota Toledo dan sebagian wilayah Spanyol. Selain itu Yerusalem
yang dianggap merupakan Kota Suci bagi umat Kristen pun telah di kuasai oleh Islam,
dan dari sana tersiar kabar bahwa orang-orang Kristen yang melakukan ziarah di
sana banyak mengalami penghambatan saat mengunjungi kota Yerusalem.
Akhirnya
pada tahun 1095, Paus Urbanus II melancarkan perang salib pertama dengan mengumpulkan
tentara sebanyak lebih dari seratus ribu orang. Dengan menguasai Yerusalem pada
tahun 1099, perang salib pertamapun dimenangkan oleh tentara salib[18]. Perang
salib kedua berlangsung pada tahun 1147-1149.
Perang salib ini merupakan reaksi atas jatuhnya kota Edessa ketangan
pasukan Muslim yang kembali menyatukan kekuatannya, usaha perang salib kedua
ini gagal dan mengakibatkan jatuhnya kembali Yerusalem ke tangan Islam yang
dipimpin oleh Saladin pada tahun 1187. Jatuhnya Yerusalem ke tangan Islam tersebut
memicu lagi terjadinya perang salib ke tiga. Pada saat itu Paus Innocentius
menyerukan pembebasan Yerusalem kepada para pemimpin-pemimpin Eropa, dan atas
imbauan ini Frederick Barbosa yang merupakan kaisar jerman bersama dan Richard
I raja Inggris memimpin tentaranya untuk berangkat ke Yerusalem, tetapi usaha
inipun gagal.
Perang
salib keempat dipelopori oleh Paus Inocentius III. Perang salib ini di latar
belakangi oleh jalur dagang yang sudah di kuasai Islam sejak abad ke X. Pada
saat itu para pedagang Venesia merasa terganggu atas kehadiran umat islam di jalur dagang tersebut,
satu-satunya jalan yang dirasa cukup baik untuk mematahkan kekuasaan Islam di
jalur dagang tersebut adalah dengan penyerangan langsung kepada Islam di
Konstantinopel yang dimenangkan lagi oleh tentara salib. Di tahun 1212 terjadi
perang salib “anak-anak”. Tentara Perancis bernama Steven memimpin anak-anak
untuk menjadi tentara perang sebanyak 30.000 anak. Namun dalam perjalanan ke
Yerusalem banyak anak-anak yang mati sia-sia dan sisanya diangkut serta dijual sebagai budak
di Mesir. Usaha perang salib ke lima ini mrupakan usaha kelam yang dilakukan
oleh kekristenan pada masa itu.
Perang
salib keenam dimulai tahun 1219 bertujuan menaklukan Mesir sebagai pusat
kekuasaan Islam tetapi perang inipun gagal karena bala tentara kekurangan
bantuan militer dari kaisar Jerman. Perang salib ketujuh dilancarkan oleh
Frederick II pada tahun1228 dan hasil yang dicapai dari perang ini ialah
perjanjian dengan Al-Kamil, yang berisi pengembalian hak-hak Kristen terhadap
Yerusalem. Selama lima belas tahun Raja Frederick tinggal di Palestina dan
bersahabat baik dengan kaum Muslim dan selama itu Frederick II menjadi raja
atas Yerusalem tetapi tidak bertahan lama karena kekuasaanya kembali dikuasai
Islam tahun 1242. Paus Innocentius IV mempelopori perang salib kedelapan yang
dipimpin oleh Raja Prancis Louis IX, dari perang salib ini pada tahun 1249
Damietta ( Mesir) direbut hampir selama empat tahun tetapi ia kembali ke
Prancis karena terjadi kekacauan dinegaranya. Tahun 1271-1272 terjadi perang
salib kesembilan. Pada perang salib ini Edward melanjutkan takhta Louis ke IX,
pada akhirnya perang salib ini tidak membuahkan hasil yang baik dan menjadi
akhir perang salib besar yang terjadi sepanjang abad tersebut. Meskipun perang
salib besar telah selesai, tidak dapat dipungkiri sering terjadi juga perang
salib kecil di beberapa wilayah di dunia yang sering dilatar belakangi oleh
faktor agama, bahkan hingga saat ini.
Terjadinya
perang-perang besar maupun kecil melawan Islam saat itu tidak menyurutkan
semangat Gereja Barat untuk terus berkarya dan menyebarkan Injil. Tidak
dipungkiri selama masa ekspansi Islam hingga masa perang salib muncullah
ordo-ordo baru di Gereja Barat seperti ordo Dominikan[19]
dan juga ordo Fransiscan[20]
yang di pelopori oleh tokoh bernama Fransiscus dari Asisi. Selain itu seorang
tokoh bernama Bernardus yang mendirikan biara di Clairvaux dan menjadi pusat
spiritual dan pengaruh politik yang besar. Kemudian pada tahun 1150 Universitas
Paris dan Universitas Oxford didirikan.
Selanjutnya di tahun 1173 Peter Waldo memulai garakan kaum Waldens[21]
yang menekankan kemiskinan, khotbah dan Alkitab. Pada saat itu Gereja menuduh
para gerakan ini sebagai gerakan yang sesat. Namun gerakan ini berkembang pesat
di Perancis selatan dan Italia utara dan penganut kaum ini menolak sumpah dan
perang. Mereka lebih memilih berpegang teguh pada Alkitab.
II.
Misi
Katolik di Asia
Masuk
dan meluasnya agama Islam di Asia bahkan hampir di seluruh benua di dunia
merupakan tolak ukur kemunduran bagi kekristenan. Gereja-gereja di daerah
kekuasaan Islam berusaha mati-matian mempertahankan imannya. Gereja Timurpun
diketahui keberadaanya mulai merosot drastis bahkan hampir hilang. Tetapi
Gereja Barat praktis berkembang di benua Eropa. Memasuki abad ke XV, menjadi
zaman baru bagi Gereja Barat, semangat menginjili yang tadinya menurun karena
ekspansi Islam mulai tumbuh lagi. Dengan adanya reformasi yang dipelopori
Luther, Calvin dan para tokoh Protestan lainnya menumbuhkan semangat pembaruan.
Tidak hanya itu perkembangan ilmu teknologi, budaya, dan rohani juga menjadi
salah satu faktor yang ikut mempengaruhi semangat baru untuk menginjili
tersebut. Gereja Katolik Roma akhirnya mengadakan misi penginjilan ke seluruh
wilayah yang belum diinjili yang ada di dunia melalui jalan laut. Sebenarnya
ada beberapa faktor yang ikut dalam misi tersebut yaitu faktor ekonomi,
politik, dan agama[22].
Saat itu bidang
perekonomian tengah dikuasai oleh Islam, dengan mencoba ikut berdagang dan
berusaha mematahkan jalur perdagangan Islam, misi tersebut dilancarkan.
Selanjutnya dalam bidang politik, Roma Katolik juga berupaya untuk memperluas
daerah kekuasaannya di daerah yang belum dikuasai Islam, maupun yang sudah
dikuasai Islam. Dalam bidang agama, Paus menginginkan agar penginjilan bisa
sampai dan merata di seluruh benua. Melalui pedagang-pedagang dan pelaut
Spanyol serta Portugal misi tersebut mulai berlayar ke seluruh benua termasuk
di Asia.
A. Jepang
Kekristenan
memasuki Jepang sekitar abad ke XVI. Saat itu agama yang berkembang sebelum
kekristenan muncul adalah agama Syinto. Agama ini pada dasarnya menyembah
objek-objek alam bahkan manusia yang dianggap mempunyai kekuatan supra-alami
atau rohani. Selain agama Syinto, agama Buddha juga sudah berkembang melalui
kaum bangsawan di Jepang sejak abad ke IV. Agama Buddha menjadi makmur di
Jepang dan mengambil peran penting dalam bidang politik di sana. Pada abad ke
XVI didirikanlah pemerintahan pusat yang kuat dan berusaha melawan tokoh-tokoh
Buddha. Hal ini berdampak pada keterbukaan orang-orang dari golongan istana
terhadap iman Kristen. Dari situ, Kristen masuk dan berkembang sangat cepat di
Jepang. Salah satu tokoh yang ikut dalam perkembangan Gereja di Jepang adalah
Fransiscus Xaverius[23].
Perkembangan
kekristenan di Jepang lama kelamaan mulai terhambat karena kaum Buddha berusaha
untuk mempengaruhi dan kembali bersekutu dengan pejabat-pejabat bahkan kaisar Jepang
yang tadinya membantu kekristenan memerangi mereka. Selai itu Jendral Toyotomi
Hideyoshi salah satu orang yang pada awalanya menerima Kristen dengan baik
mulai ikut membenci Kristen karena ia curiga akan kekristenan yang tumbuh dan
berpengaruh di antara golongan tinggi Jepang juga menjadi salah satu faktor
penghambatannya. Akibatnya pada tahun 1587 Hideyoshi mengeluarkan edik yang
tujuannya hendak mengusir orang-orang Kristen dari Jepang. Tetapi baru pada
tahu 1597 edik tersebut dilaksanakan, dengan menyalibkan 26 orang Kristen,
penghancuran gedung gereja dan semua pekabar injil di usir dari Jepang.
Penganiayaan terhadap
orang Kristen di Jepang makin meningkat ketika tahun 1603 dimana Hideyoshi
digantikan oleh Ieyasu (wakil kaisar). Ieyasu melarang pembaptisan terhadapap
kaum daimyo. Pada tahun 1604 ia mengeluarkan edik yang menuduh orang Kristen
berusaha merubah pemerintahan dan merebut kekuasaan, akibatnya banyak tokoh
Kristen Jepang diasingkan ke Cina, Manila, dan Filipina. Setelah kematian
Ieyasu, penghambatan makin parah dengan ancaman penyiksaan serta pembunuhan
bagi orang yang tidak mau menyangkal iman Kristennya. Sekitar tahun 1614 dan
1643 hampir sebanyak 5000 orang Kristen mati syahid. Saat itu kekristenan makin
dicurigai dalam masyarakat dan makin dianggap jahat serta berbahaya. Namun
meskipun begitu kekristenan tetap berusaha ada di Jepang dengan membangun
“gereja bawah tanah” secara diam-diam selama dua abad[24].
B. Cina
Agama
Kristen sudah dua kali memasuki Cina dan berhasil berkembang sesaat namun tidak
sampai berakar. Salah satu faktor yang mengganggu perkembangan Kristen di Cina
adalah agama Kong Hu Cu yang berkembang di Cina. Selain itu agama Buddha dan
Taoisme juga ikut menjadi salah satu faktornya. Pada tahun 1583 dua orang tokoh
Yesuit, yakni Michael Ruggerius dan Matteo Ricci, diizinkan menetap di Kanton.
Matteo Ricci menggunakan keahlian-keahliannya sebagai cara untuk menarik
perhatian golongan masyarakat tinggi. Ia menyesuaikan diri dengan baik di Cina
dengan ikut berpakaian gaya Cina seperti jubah biarawan Buddha dan jubah sutra
cendekiawan Kong Hu Cu.
Pada tahun 1601, Ricci
memasuki ibukota Beijing dan mendapatkan penerimaan di istana. Hasil
pelayanannya membuahkan hasil dengan mengkristenkan beberapa orang cendekiawan.
Pelayanan Ricci melemah dikarenakan oleh kontroversi mengenai upacara adat
istiadat di Cina, selain itu kaum Buddha yang juga ikut menentang kekristenan
juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan penghambatan kekristenan di
Cina[25].
C. India
Di
akhir abad ke XVI Gereja Katolik Roma yang memasuki Goa mulai berkembang yang
bermula dari daerah pantai India. Dalam perkembangan Gereja di India, di hadapi
dengan kesulitan dari agama Hindu yang sudah mendarah daging dalam masyarakat
India serta agama Islam yang juga mengalami perkembangan yang terlebih dahulu
dari kekristenan. Saat itu umat Islam dari Afganistan menyerbu India dan
berhasil menguasai India bagian utara dan selatan, dan dari situ Islam
membentuk kekaisaran Moghul.
Gereja Katolik Roma
yang ada di India pada akhirnya berusaha menginjili bangsa Moghul. Hal ini
ditanggapi dengan senang hati oleh kaisar Akhbar yang mengajak serikat Yesus
yang juga menginjil di sana untuk mengutus pekabar Injilnya ke istana. Akhirnya
kaisar memperbolehkan warganya menjadi Kristen dan membangun Gereja di Lahore.
Kaisar Akhbar rupanya memiliki rencana memecahkan persoalan agama di negaranya
dengan jalan menyusun sendiri agama baru yang bersifat sinkretisme, namun
sayang agama sinkretis dan Gereja Katolik kurang berkembang dengan baik.
Di daerah lainnya De
Nobili berhasil menginjili beberapa orang Brahmin, tetapi Gereja dilemahkan
oleh permasalahan baru yakni kontroversi mengenai upacara istiadat Malabar. Dari
pengalaman sebelumnya akhirnya dalam setiap permasalahan yang dialami Gereja,
akhirnya Gereja memutuskan untuk selalu menolak bahaya sinkretisme atau
berkompromi dengan agama-agama lain. Hal ini mengakibatkan Gereja susah
berkembang di India.
D. Burma/Myanmar
Diketahui
bahwa raja Burma atau Myanmar selalu menolak kedatangan orang asing dan
masyarakat juga bersikap tidak baik kepada kaum pendatang. Pada tahu 1554 dua
orang tokoh Dominikan diutus ke Burma untuk tugas menginjili kaum pedagang di
sana. Namun setelah tiga tahun melayani para tokoh tadi akhirnya meninggalkan
Burma. Beberapa tahun kemudian sejumlah prajurit Portugis ditangkap dan dipekerjakan
sebagai pengawal istana yang pada akhirnya terjadi kawin campur antara Portugis
dan Burma. Saat itu di Burma sudah brkembang agama selain Kristen yakni Buddha.
Semua usaha misi yang memasuki Burma harus menghadapi para imam-imam Buddha
yang diketahui tidak menyukai Kristen.
Telah banyak misi-misi
penginjilan yang gagal di Burma dan hanya meninggalkan penghambatan bagi para
missionarisnya. Misalnya sekitar tahun 1693 dua pekabar Injil dari Perancis
disiksa dan dibunuh. Kemudian tahun 1764 seorang uskup Burma pertama tewas
dibunuh bersama dua pastor dari Ordo Barnabas. Tetai dalam pemerintahan raja
Taninganwe misi pekabaran Injil mulai melihat titik terang yang dikarenakan
sang raja memberi izin kepada dua pastor bernama Villoni dan Calchi untuk
membangun Gereja dan berkhotbah. Akhirnya di awal abad ke 19 sudah terdapat dua
gedung Gereja yang didirikan di kota Rangoon dan berhasil mengkristenkan
sekitar 3000 orang. Selanjutnya di abad itu juga Gereja Katolik Roma ikut
berkembang meski agak terlambat di awal, namun belakangan sudah didirikan tiga
vikariat rasuli, dua seminari dan banyak sekolah. Dari situ tampak juga bahwa
Gereja Katolik Roma lebih berhasil mengkristenkan orang-orang yang tinggal di
pedalaman dan pegunungan daripada di kalangan masyarakat Burma itu sendiri.
E. Filipina
Dalam
sejarah Gereja di Filipina pada abad ke XIII sampai abad ke XVI di Filipina
dapat dikatakan merupakan sejarah Katolik Roma yang paling bersejarah sebab
dengan mudahnya ajaran ini bisa berkembang begitu pesatnya tanpa ada hambatan-hambatan
yang cukup rumit. Bahkan dapat di catat orang-orang yang sudah memeluk iman
kristen di Filipina sampai pada tahun 1586 telah mencapai 400.000 orang dan
tentunya ini merupakan sebuah kemajuan yang luar biasa dalam 55 tahun
kedatangan Spanyol di Filipina.
Keberhasilan dalam
pekabaran Injil ini tentunya tak lepas dari perjuangan tokoh-tokoh pekabaran
Injil seperti Pedro Chirino. Pedro Chirino merupakan tokoh pekabaran Injil yang
berasal dari Ordo Yesuit[26].
Dalam melaksanakan tugas pelayanan di Filipina, Chirino mengunakan metode yang
cukup sederhana namun begitu berpengaruh. Chirino dalam misinya mengajar
terlebih dahulu kepada anak-anak kecil sebab menurutnya anak-anak akan lebih
cepat memahami dan lebih cepat untuk mengerti tentang pengajaran iman Katolik
Roma dan setelah itu anak-anak yang telah dididik inilah yang kemudian harus
mengajar para orang tuanya. Sebelum metode ini dilaksanakan Chirino terlebih
dahulu membangun sebuah sekolah yang bertempat di kota Taytay. Tujuannya adalah
agar para murid-muridnya dapat belajar iman Katolik di sekolah tersebut.
F. Siam/Thailand
Pada
tahun1511 seorang tokoh bernama Albuquerque yang berhasil merebut pelabuhan
Malaka mengutus delegasi ke Ayuthia ibukota Siam. Dari situ para utusannya
disambut baik oleh pihak kerajaan dan diberikan izin berdagang di Thailand.
Pada tahun 1555 uskup Goa mengutus dua pastor Dominikan ke Siam namun ditolak
dan mati syahid disana dikarenakan bangsa Siam menentang misi Kristen masuk ke
wilayahnya. Namun suatu ketika raja Narai meminta pertolongan dari Perancis
untuk melawan Belanda, dari situ untuk pertamakali misi Katolik di perbolehkan
untuk dijalankan di Siam.
Pada tahun 1662 uskup
Pierre Lambert de la Motte bersama 27 pastor Katolik tiba di Siam dan
mendirikan seminari empat tahun kemudian. Constantin Phaukon, seorang upahan
Yunani beragama Katolik, diangkat menjadi menteri di kerajaan Narai. Hal ini
mengakibatkan banyak orang iri hati kepadanya dan pengaruh besarnya. Tahun 1688
terjadi pemberontakan yang ditujukan kepada Phaukon. Akibatnya ia dibunuh dan
umat Kristen di luar ibukota di tindas. Stelah itu terjadilah penyerangan Burma
ke Siam yang mengakibatkan perang. Pada tahun 1856 pekabaran Injil mulai lagi
berkembang dan akhirnya tahun 1885 seminari dibuka di sana. Misi Katolik lebih
berhasil dikalangan masyarakat non-Thai yang sejumlah besar adalah orang Cina.
III.
Misi
Protestan di Asia
Perkembangan
Gereja Protestan dinilai lebih terlambat daripada Gereja Roma Katolik yang
telah menyebarkan Injil ke seluruh benua. Semasa reformasi gereja-gereja
Protestan mengalami banyak kendala dan perjuangan yang cukup berat. Pada abad
ke 16 misalnya Belanda yang notabene merupakan Protestan dijajah oleh Portugis
dan Spanyol yang merupakan Katolik. Terjadi permusuhan antara Protestan dengan
Katolik di masa itu karena faktor ekonomi, doktrin keagamaan, dan politik.
Memasuki abad ke 17 Inggris yang juga di kenal sebagai Protestan beserta
Belanda mulai mencoba mematahkan perkembangan Katolik dibeberapa wilayah di
dunia dengan melakukan penjajahan dan perang diluar daerah melalui perusahaan
perkapalan swasta. VOC yang didirikan pada tahun 1602 juga mulai berkembang dan
mengambil alih kekuasaan Katolik di Asia karena ikut memeranginya[27].
A. India
Salah
satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam kekristenan di India adalah William
Carey. Ia merupakan seorang pendeta Gereja Baptis yang melayani jemaat sembari
merangkap sebagai tukang sepatu dan guru sekolah. Dalam pelayanannya ia
memiliki prinsip. Pertama pekabaran Injil disebarkan seluas-luasnya dengan cara
dan metode apapun tetapi tidak termasuk menggunakan kekerasan. Kedua
penerjemahan Alkitab dengan bahasa setempat yang dilakukan sebanyak mungkin.
Ketiga mendirikan jemaat yang dapat mandiri secepatnya. Keempat meneliti
budaya, agama, dan bahasa setempat. Dan yang kelima adalah mendirikan seminari
untuk mendidik pendeta setempat.
Pada tahun1819
Serampore Collage berhasil didirikannya, dan menjadi pusat belajar theologia
Protestan di India. Dalam pelayanannya, ia dibantu oleh dua temannya bernama
William Ward dan Joshua Marshman. Bertiga mereka mendirikan serampore trio.
Hasil dari pelayanannya di India adalah dengan berdirinya beberapa lembaga misi
sedunia.
B. Cina
Di
cina terdapat tiga tokoh penting yang ikut mempengaruhi perkembangan Gereja Protestan.
Mereka adalah Robbert Morrison, Hudson Taylor, dan Timothy Richards. Robbert
Morrison melakukan karya Portestannya di Cina dengan menerjemahkan Alkitab
kedalam bahasa Cina dan meletakkan dasar misinya di sana. Hudson Tyalor dengan
badan misinya CIM mengabarkan Injil secara luas dipedalaman Cina. Hal ini
ditujukan agar orang-orang Cina percaya secara pribadi kepada Tuhan Yesus. Ia
berusaha menyesuaikan diri dan membaur dengan masyarakat Cina serta mendirikan
Gereja asli di Cina, dan pada tahun 1905 sebanyak kurang lebih sepersepuluh
orang Protestan Cina telah dikristenkan atas hasil pelayanannya.
Kemudian Timothy
Richards, memiliki tujuan untuk medidik golongan terkemuka agar kebudayaan Cina
bisa diresapi nilai-nilai Kristen. Diketahui saat itu sejumlah pemimpin prtama
gerakan revolusi Cina merupakan alumni dari sekolah dan perguruan tinggi
Kristen. Seorang tokoh Cina sendiri bernama Wang Mingdao berusaha memimpin
gerakan Kristen Cina yang bersifat asli serta bebas dari pengaruh Barat bahkan
dibidang perekonomian. Sayangnya misi Protestan menghadapi tantangan di Cina ketika
tahun 1949 dikarenakan kaum komunis berhasil menguasai Cina.
C. Korea
Perlu
dilihat bahwa kekristenan sendiri berkembang lebih baik di Korea daripada di
negara-negara Asia lainnya. Hal ini dikarenakan inisiatif orang-orang Korea
tersebut yang ingin mengenal Kristen sebelum Kristen tersebut datang. Selain
itu kurangnya penghambatan dari agama-agama lain seperti agama animistis
syamanisme juga menjadi faktor mengapa kekristenan kelihatannya berhasil di
Korea. Di samping itu selama penjajahan Jepang di Korea, kekristenan
mendapatkan sisi positif karena dianggap tidak ada hubungannya dengan
imperialisme melainkan berhubungan dengan nasionalisme Korea. Penerjemahan
Alkitab ke dalam bahasa Korea yang dilakukan penginjil juga menjadi salah satu
alasan perkembangan kekristenan.
Sekitar tahun 1880,
pekabar Injil dari Amerika memasuki Korea. Mereka membaurkan penginjilan dengan
pelayanan masyarakat seperti pelayanan medis dan pendidikan. Di Korea terdapat
Gereja Presbiterian yang dalam perkembangannya memakai asas-asas Nevius. Asas
Nevius berarti Gereja merambat sendiri, memiliki kepemimpinan sendiri, memiliki
pembiayaan sendiri, dan pendidikan alkitabiahnya sendiri. Gereja Presbiterian
merupakan Gereja yang berkembang paling baik di Korea. Hal ini terjadi terutama
di antara masyarakat petani yang kaya di Korea Utara. Selain itu gereja juga
dapat berkembang karena menggunakan metode penginjilan pribadi dalam keluarga.
Sekitar tahun 1900 dan 1910 terjadi kebangunan rohani yang makin menguatkan
iman orang-orang Kristen dan Gereja. Meskipun dapat berkembang dengan baik,
tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan tersebut juga mendapatkan hambatan
dan tantangan. Hambatan dan tantangan yang sempat memepengaruhi gereja di Korea
adalah ketika terjadi penjajahan Jepang yang melakukan penganiayaan. Kendatipun
begitu kekristenan masih bisa bertahan dan menganggap penjajahan tersebut
sebagai pemurnian iman.
Refleksi Historis
Dari
perjalanan sejarah Gereja hampir selama dua ribu tahun lamanya dapat terlihat
bahwa untuk bertahan dari situasi yang saat itu penuh dengan penghambatan
sangatlah sulit. Penghambatan tidak hanya datang dari agama-agama pendatang
yang terlihat kurang memiliki sikap toleransi dan sering mendiskriminasi tetapi
juga datang dari dalam diri gereja itu sendiri misalnya lewat perbedaan sudut
pandang teologi ataupun lewat keegoisan diri para petinggi gereja yang merasa
paling benar dan berkuasa. Hal ini masih dapat kita rasakan di masa kini. Penghambatan
dari agama-agama lain juga masih dapat kita jumpai, diskriminasi dari
orang-orang beragama lain yang terlihat menjadi mayoritas dalam masyarakat yang
majemuk sering dapat dijumpai bahkan masih dirasakan oleh orang-orang Kristen
masa kini. Padahal jika saja sikap toleransi antar umat beragama bisa terjalin
dengan baik, tentunya berbagai hambatan yang bersifat diskriminasi tersebut
tidak perlu terjadi dan dapat dihindari.
Untuk penghambatan
dalam diri Gereja juga saat ini masih dapat terjadi. Kenyataan yang terjadi
bahwa masih ada di antara hamba Tuhan yang dalam hal ini pelayan-pelayan Gereja
yang justru saling berselisih paham bahkan menganggap bahwa ajaran darinyalah
yang paling benar. Melihat hal itu tidak jarang terjadi perpecahan bahkan timbul
sebuah permusuhan dalam diri Gereja di masa kini. Dapat dilihat dalam 1
Korintus 1:10-17, sebaiknya bisa menjadi renungan bagi Gereja masa kini agar
tidak terjadi perpecahan yang apa lagi bila hal itu terjadi karena
pelayan-pelayan Gereja yang seharusnya menjadi panutan bagi jemaatnya.
[1]. Bendrio P.
Sibarani, Gerakan-Gerakan Pembaharuan Dalam Sejarah Gereja, (Yogyakarta:
Deepublish, 2013) hal. 1
[2] . A. Kenneth
Curtis Dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007) hal. 1-2
[3] . Ibid, hal. 3-5
[4] . Op.Cit, hal. 7
[5] . H. Berkhof
& I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2009), hal.
22
[6] . Op.Cit, hal. 8
[7] . F.D. Wellem,
Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung
Mulia, 2003), hal. 160
[8] . Bendrio P.
Sibarani, Op. Cit, hal. 13
[9] . Tony Lane,
Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012)
hal. 23
[10] . Ibid, hal. 32
[11] . Op.Cit, hal. 15
[12] . A. Kenneth
Curtis Dkk, Op.Cit, hal. 31
[13] . Ibid.
[14] . Th. Van den
End, Harta Dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, Op. Cit, hal. 71
[15]. Dr. Anne Ruck,
Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hlm. 13
[16] . Ibid. hal. 61
[17] . Ibid. hal. 71
[19] . Ordo
Dominikan merupakan sebuah ordo yang didirikan oleh Dominicus di Spanyol. Ordo
ini sering disebut ordo predecatorum
[21]. Kaum Waldens
merupakan sekumpulan orang-orang miskin dari Lyon yang juga pengikut dari
gerakan yang dipelopori Peter Waldo.
[22] . Thomas Van den End, Op.Cit, hal. 204-205
[23]. Fransiscus
Xaverius lahir pada tahun 1506 di daerah
pegunungan Baskis, Spanyol Utara. Xaverius ketika melanjutkan studi di
Universitas Paris merupakan teman kuliah Ignatius Loyola. Dalam metode
pengajarannya, ia memulai terlebih dahulu memulai pengajarannya terhadap
anak-anak dengan mengajarkan empat pokok Iman Katolik yakni Doa Bapa Kami,
Pengakuan Iman Rasuli, Kesepuluh Hukum serta Ave Maria. Lih. Anne Ruck, Sejarah
Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hal. 97
[24] . Dr. Anne
Ruck, Op.Cit, hal. 101-106
[25] . Ibid, hal. 106-111
[26]. Ordo Yesuit
merupakan Ordo yang diresmikan pada tahun 1540 dalam Bulla Paus “Reqimini Militantes”. Salah satu tokoh
yang terkenal dari Ordo ini adalah Fransiscus Xaverius dan Ignatius Loyola. Lih. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia,
(Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2011), hal. 97
[27] . Ibid, hal. 87-93
mohon info. Siapakah penulis naskah ini ?
BalasHapus