Jumat, 17 April 2015

Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam

I.       PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang
Sebelum mengetahui sejarah perjumpaan Gereja dan Islam, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu latar belakangnya yang dimulai pada abad V. Dalam sejarah gereja abad V, gereja dihadapkan pada hambatan dikarenakan pertikaian yang membahas tentang kedua tabiat Kristus. Terdapat dua tokoh yang bertikai, yakni Nestorius dan Cyrillus[1]. Pokok persoalannya adalah mengenai bagaimana hubungan erat antara kemanusiaan Kristus dan juga keillahiannya. Nestorius berpendapat bahwa hubungan tabiat Kristus itu tidak dapat bersatu sampai kapanpun (duofisit). Sedangkan lawannya yaitu Cyrillus berpendapat sebaliknya, ia menganggap bahwa hubungan tabiat Kristus itu tidak dapat dipisahkan (monofisit)[2]. Dari pertikaian beda pendapat ini akhirnya gereja mengadakan konsili Chalcedon. Hasil dari konsili tersebut Nestorius dinyatakan sesat dan akhirnya memilih memisahkan diri dari gereja dan mendirikan gerejanya sendiri (Nestorian) di Persia. Dalam mengabarkan injil, gereja Nestorian bisa dibilang berhasil berkembang dengan baik. Kegiatan pekabaran injil oleh gereja Nestorian sendiri meliputi seluruh Asia. Orang-orang Kristen ini diketahu telah menyebarkan injil ke Arabia, India, Asia Tengah, dan Tiongkok. Dalam menyebarkan injil, orang-orang Nestorian mengikuti sebuah jalur perdagangan yang menghubungkan wilayah Cina dan India yang biasa disebut sebagai “jalan sutra[3]”. Muhammad yang merupakan pelopor dari agama Islam diketahui pada waktu itu sering pergi berdagang melewati jalan sutra tersebut dan di sana ia bertemu serta berkenalan dengan agama Kristen, inilah yang menjadi latar belakang perjumpaan Gereja dan Islam.


b.    Batasan Permasalahan
Penulis akan menjelaskan tentang sejarah perjumpaan Gereja dan Islam yang akan dimulai dari sejarah berkembangnya Islam, namun mengingat banyaknya peristiwa yang terjadi, maka penulis akan membatasi pembahasan dan akan lebih mendalam pada sejarah perkembangan Islam, tantangan Gereja di masa kejayaan Islam, dan beberapa tokoh gereja di masa kejayaan Islam.



II. PERJUMPAAN GEREJA dan ISLAM

A.    Berkembangnya Islam
Sekitar tahun 600 M perluasan kekristenan melalui pekabaran injil mulai terlihat meningkat dan membaik. Keruntuhan kekaisaran Romawi bagian barat yang diakibatkan penjajahan oleh bangsa Jerman tidak membuat gereja menjadi goyah, bahkan bangsa yang menjajah (Jerman) itupun masih bisa diinjili. Kekaisaran Romawi timur yang dikenal sebagai kerajaan Byzantin juga masih terlihat kuat dengan tingkat perdaban Kristen Ortodoks yang tinggi. Gereja Nestorian yang mengenal paham duofisit dianggap sebagai kaum minoritas di Persia mulai bersemangat pula dalam mengabarkan injil ke arah timur. Namun sesudah tahun 600 M, muncullah agama Islam di Arabia. Kedatangan Islam mengubah keadaan yang ada. Perkembangan Islam mengalami kemajuan yang lebih pesat hingga dalam waktu singkat perkembangan Islam sudah setara dengan luasnya wilayah pekabaran injil. Gerejapun menjadi berkurang drastis dan lebih memilih mengambil sikap bertahan daripada berkembang[4].
Seorang tokoh bernama Muhammad yang lahir di Mekkah ± 570 M, dikenal sebagai pelopor penyiaran ajaran Islam pada saat itu. Banyaknya kesulitan semasa mudanya, menjadikannya pemerhati janda-janda dan anak-anak yatim. Suatu ketika ia menikah dengan seorang janda kaya bernama Khadijah yang memiliki suatu kafilah yang nantinya dikelola Muhammad. Pada tahun 610, Muhammad menyerukan untuk meninggalkan kepercayaan dan ritual-ritual animistis kepada penduduk di Mekkah agar hanya menyembah kepada Tuhan yang Maha Esa[5]. Baginya, tidak mudah untuk bisa diterima sebagai nabi. Iapun harus menghadapi banyak tantangan. Pada tahun 622 Muhammad beserta keluarganya “hijra” (migrasi) ke Medina (Yatrib) dan membentuk umat Islam di sana. Cara Muhammad menguasai jazirah Arab adalah dengan memadukan jalan peperangan dan diplomasi, pada tahun 630 ia diakui sebagai pemimpin rohani dan politik di Arab. Pada tahun 632 Muhammad wafat[6].
Agama Islam mengenal konsep “jihad” yang berarti berjuang di jalan Allah. Menurut Alquran, orang yang tewas atau mati syahid saat melakukan jihad akan mendapatkan kemuliaan di surga. Pada saat itu bangsa Arab terdiri dari suku-suku nomaden yang memiliki unta dan kuda yang terkenal tangkas, mereka juga dikenal berwatak keras dan senang berperang. Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor mengapa bangsa Arab sering merebut negara-negara besar. Dua negara yang berkuasa pada waktu itu adalah Roma dan Persia, dengan tingkat peradaban tinggi dan memiliki sejumlah kota-kota indah, tidak heran orang Arab berminat memilikinya. Pada masa itu kekaisaran Byzantin dan Persia mudah diserang karena pengaruh perang antar kedua wilayah tersebut yang terjadi sekitar tahun 604 sampai 630.
Para panglima termasyur Arab memimpin bangsanya untuk menyerang negara-negara di sekitarnya. Dimulai dari Byzantin, bangsa Arab berhasil menundukkan kota Damaskus pada tahun 635, seluruh negara Siria pada tahun 636, dan kota Yerusalem pada tahun 638. Selanjutnya kota Alexandria dan seluruh Mesir dikuasai pada tahun 642, kemudian pada tahun 651 kekaisaran Persia juga ikut ditaklukkan dan dijadikan negara Arab dangan ibukota Baghdad. Di bawah kalifah dinasti Abbasiah nantinya negara-negara tersebut terkenal sebagai negara Arab terkuat. Namun ketika bangsa Arab menyerang ibukota Byzantin yaitu Konstantinopel, mereka berhasil dipukul mundur oleh tentara kaisar Leo.
Tidak berselang lama, kesatuan bangsa Arab akhirnya mulai goyah. Tiga dari empat orang yang dianggap khalifah pertamapun mati dibunuh. Islam terpecah menjadi dua golongan yaitu golongan kaum Suni yang dikenal sebagai Islam ortodoks dan menerima keempat Khalifah  pertama sebagai pengganti nabi Muhammad yang sah. Dan juga golongan Shia, yang menerima Ali, menantu Muhammad, dan imam-imam sebagai pengganti Muhammad yang sah[7]. Dari situ perang-perang dahsyat antar bangsa Arab akhirnya pecah. Namun tidak lama berselang, Islam yang terpecah tadi kembali menyatukan kekuatan dalam menghadapi daerah-daerah yang hendak direbutnya. Dibawah pemerintahan khalifah dinasti Ummayah[8], kekuasaan Islam makin meluas dan berkembang hingga ke arah barat di Afrika utara. Sekitar tahun 711 tentara Arab kembali menyerang dan dengan cepat berhasil menduduki Spanyol. Mereka juga memasuki Perancis, namun Karel Martel yang merupakan Raja Perancis berhasil memukul mundur tentara Arab dalam pertempuran di Tours pada tahun 732, dan menetapkan kekuasaan Arab hanya sampai di pegunungan Pyrene. Hanya dalam seabad, kekuasaan Islam telah berhasil menaklukkan seluruh wilayah kekristenan, Afrika dan Asia. Di abad 10, dapat dijumpai tiga kekaisaran Islam yaitu di Asia, Eropa, dan di Afrika Utara yang dari situ dapat dilihat bahwa perkembangan gereja menjadi tidak terarah dan kandas.

B.     Persamaan dan Perbedaan Kristen-Islam
Pada dasarnya Kristen dan Islam merupakan dua agama yang memiliki beberapa persamaan dan juga beberapa perbedaan yang cukup mencolok. Persamaan antara Kristen dan Islam adalah keduanya merupakan agama yang berakar dari bangsa dan budaya semit, keduanya juga merupakan agama yang menganut paham percaya akan satu Tuhan yang Esa atau biasa disebut monoteisme. Allah disebut Elohim dalam bahasa Ibrani bagi Kristen, dan Islam menyebut “Allaha” dalam bahasa Siria dan menjadi “Allah” dalam bahasa Arab. Kedua agama ini juga meyakini bahwa Tuhan Allah adalah pencipta segala yang ada, hakim atas segala yang hidup dan yang mati dan juga Allah Abraham.
Perbedaan yang mendasar atas kedua agama ini adalah, bagi orang Kristen, Yesus adalah anak Allah yang merupakan jalan satu-satunya menuju ke Bapa (Allah). Namun bagi orang Islam, gelar “anak Allah” yang diberikan kepada Yesus merupakan suatu wujud penghujatan kepada Allah yang Maha Esa. Muhammad sendiri memandang Isa (Yesus) sebagai seorang nabi yang luar biasa dan memiliki banyak gelar mulia, tetapi Muhammad menyangkal bahwa Isa di salibkan. Bagi Islam, Muhammad merupaka seorang nabi terakhir yang terbesar dan termulia. Bagi orang Kristen kanon Firman Tuhan diakhiri dengan PB, sedangkan bagi Islam wahyu Allah yang terakhir adalah Alquran. Muhammad juga memberikan gelar “Ahlul Kitab” (people of the book) kepada orang-orang Yahudi dan Kristen, hal ini dikarenakan mereka memiliki sebagian dari Firman Tuhan.

C.    Tantangan Gereja di masa Islam berjaya
Semasa Muhammad berhasil merebut Arab, suku-suku Arab akhirnya mengakui Muhammad sebagai rasulnya dan membuat perjanjian menganut agama Islam. Di Yaman, orang-orang Kristen tidak diharuskan  memeluk agama Islam asalkan mereka membayar pajak sebagai bentuk toleransi Muhammad dan juga mengakui kekuasaan tertinggi dalam negara tersebut yaitu Islam. Hal ini juga berlaku di seluruh negara-negara yang dikuasainya. Namun terdapat pengecualian terhadap orang-orang yang menganut paham animisme yang biasa disebutnya sebagai kafir, mereka diwajibkan masuk Islam. Para khalifah yang merupakan pengganti Muhammad pada akhirnya juga ikut melanjutkan kebijakan toleransi ini. Di Armenia yang diketahui terdapat sebuah kerajaan Kristen tunduk pada peraturan itu dan masih diberi kuasa otonomi sebagai negara Kristen yang menganut paham monofisit. Suku-suku Arab yang pada saat itu sudah memeluk agama Yahudi atau Kristen terpaksa harus masuk Islam, namun terdapat satu suku yang mendapat pengecualian yaitu suku Taghlib yang mayoritas merupakan Kristen Nestorian, mereka diperbolehkan untuk tetap mempertahankan imannya asalkan membayar pajak yang cukup tinggi. Desakan membayar pajak yang tinggi mengakibatkan banyak orang Kristen menjadi murtad dan memilih masuk Islam, hal ini mengundang gereja Nestorian untuk mengirim surat kepada orang-orang yang murtad tersebut sebagai bentuk ejekan atas iman mereka yang mudah goyah hanya karena pajak.
Umar I adalah seorang khalifah ke dua, membuat persetujuan dengan beberapa kota yang berpenduduk mayoritas orang Kristen. Persetujuan tersebut dikenal dengan nama “perjanjian Umar”. Pada saat itu keadaan orang-orang Kristen yang berada di negara-negara Islam mengalami diskriminasi. Mereka diperbolehkan memiliki gedung-gedung gereja  yang sudah ada sebelumnya namun tidak diperbolehkan membangung gedung gereja yang baru. Selanjutnya orang Kristen juga tidak diperkenankan mencela agama Islam, tidak diperbolehkan menikahi orang yang beragama Islam, serta tidak diperbolehkan memberitakan Injil kepada orang Islam, dan apabila semua hal itu dilanggar maka semua hartanya akan dirampas serta hukuman mati menjadi ancamannya. Akibat dari peraturan-peraturan tersebut pertumbuhan gereja di negeri-negeri yang dikuasai Islampun menjadi kandas, dan juga hanya sedikit saja orang yang memilih untuk masuk Kristen.
Mamasuki abad ke 8, atas perjanjian Umar yang berisi peraturan-peraturan yang sudah ada sebelumnya kemudian ditambah lagi peraturan-peraturan baru yang lebih memalukan, misalnya; orang-orang Kristen tidak diperbolehkan berjalan di tengah jalan dan juga duduk di tempat pertemuan umum, selain itu juga orang-orang Kristen diwajibkan mengenakan pakaian khusus dan memakai sepotong kain kuning kecil di luar pakaiannya sebagai tanda bahwa orang yang mengenakan benda tersebut merupakan orang Kristen. Orang-orang Kristen juga tidak diperbolehkan bekerja di bagian kemiliteran, tetapi sebagai gantinya mereka di wajibkan menanggung beban pajak yang cukup berat. Pajak tersebut dipakai untuk upah tentara dan pasukan-pasukan yang melindungi negara Islam. Pajak tanah tetap diberlakukan bagi semua golongan agama yang ada, tetapi dibeberapa daerah pajak tersebut dinaikkan buat orang yang bukan Islam. Orang-orang Kristen menjadi warga negara kelas dua di negeri-negeri Islam. Dari tekanan-tekanan dibidang ekonomi tersebut banyak orang Kristen menjadi murtad.
Memasuki pemerintahan khalifah Umar II sekitar tahun 717-720, banyak orang-orang Kristen yang berbondong-bondong masuk Islam. Hal ini dikarenakan Umar II menghapuskan diskriminasi dan pajak tanah yang tinggi terhadap orang-orang yang bukan Islam, namun sebelum menikmati penghapusan diskriminasi tersebut orang-orang yang bukan Islam harus masuk Islam terlebih dahulu. Akibat dari kebijakan khalifah Umar II itu mempengaruhi sistem keuangan negara yang mulai merosot drastis, hingga akhirnya kebijakan tersebut tidak diteruskan.Lambat laun persoalan mengenai status dan kedudukan orang-orang Kristen yang berada di negara Islam mulai terpecahkan. Dengan mengikuti kebiasaan yang sudah berlaku lama di Persia, orang-orang Kristen digolongkan sebagai “dhimmi[9]” di tengah masyarakat Islam. Yang menjadi dhimmi pada saat itu adalah; umat dari gereja Koptik, Ortodoks, Nestorian, dan juga umat Yahudi. Orang-orang Kristen akhirnya terlepas dari undang-undang negara khalifat dan memiliki hukum undang-undang tersendiri. Pada saat itu uskup atau katolikos menjadi kepala dan pengontrol bagi orang-orang Kristen tersebut. Atas kebijakan tersebut pemimpin gereja memiliki pekerjaan rangkap yaitu sebagai hakim, pemungut pajak, dan gubernur. Meskipun sudah diberlakukannya kebijakan tersebut, umat Kristen masih tetap diasingkan sebagai golongan yang tidak berkepentingan banyak dalam negara Islam. Katolikos menjadi tunduk pada pemerintah dikarenakan lebih mementingkan keamanan daripada harus mengabarkan Injil. Memasuki tahun 750, dalam sistem pemerintahan dinasti Abbasiah[10], Islam mulai terlihat menganut agamanya dengan lebih agresif. Pada saat itu gedung-gedung gereja banyak yang dihancurkan dan peraturan-peraturan anti-Kristen mulai diberlakukan.
Tidak hanya dari pihak Islam, gereja juga mengalami tantangan dari dalam diri gereja itu sendiri terutama pada gereja Nestorian. Dalam sebuah buku sejarah yang ditulis oleh Tomas, seorang Uskup Marga, pada abad ke-9 terjadi sebuah korupsi dalam hirearki gereja. Contohnya pada penyalahgunaan uang gereja dan sogokan untuk sebuah jabatan dalam gereja. Tidak hanya itu, terdapat juga kasus lain dimana rahib-rahib kawin secara sembunyi-sembunyi dan juga kasus dimana rahib melawan terhadap kepala biara. Meskipun banyak mendapati tantangan gereja masih tetap terlihat berkecukupan.

D.    Tokoh Gereja di masa Kekuasaan Islam
Meskipun diketahui dalam diri gereja semasa Islam berjaya banyak mendapatkan tantangan dan hambatan, namun dapat ditemukan juga beberapa tokoh gereja yang cukup mempengaruhi kekristenan dimasa itu, seperti; Yohannes dari Damaskus (675-749)[11], ia merupakan anak dari seorang bendaharawan khalifah yang diangkat menjadi sekretaris khalifah Abd al-Malik. Sekitar tahun 726 ia mundur dari jabatannya dan memilih masuk ke biara di Yerusalem bernama Mar Saba. Di biara tersebut ia bekerja mengarang beberapa buku yang berpengaruh atas perkembangan teologi gereja Ortodoks Timur. Dalam karyanya ia memperingatkan kepada orang Kristen untuk tetap selalu mempertahankan imannya meskipun dibeberapa negara orang Kristen dianggap sebagai dhimmi. Ia juga menyatakan Islam sebagai ajaran sesat dari keturunan Ismael. Yohannes sendiri memfokuskan diri kepada perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam Islam dan Kristen seperti pada ajaran Kristologi dan ajaran mengenai Kristus.
Selain Yohannes dari Damaskus, terdapat lagi seorang tokoh Kristen dari gereja Nestorian. Timotius I (±728-823)[12] seorang pemimpin gereja tersohor di Persia. Sekitar tahun 781 ia diundang dalam perdebatan agama oleh seorang khalifah Al-mahdi. Beberapa pertanyaan yang diberikan oleh sang khalifah antara lain yaitu mengenai siapa yang memberikan Injil kepada orang Kristen, apakah mungkin Allah dapat memperoleh anak dari seorang wanita, serta tanggapannya mengenai Muhammad. Jawaban yang diberikan oleh Timotius atas pertanyaan sang khalifah terlihat cukup halus, seperti dalam menjawab tanggapannya mengenai Muhammad. Ia menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang yang berjalan di jalan para nabi dan mengasihi Tuhan, namun ia tidak secara gamblang menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang nabi. Timotius diketahui berusaha sebagai pendorong perkembangan gereja. Bahkan berkat palayanannya ia sempat mentahbiskan seorang uskup di daerah Yaman yang pada masa itu telah dikuasai Islam. Empat puluh tahun Timotius memimpin menjadi puncak dalam usaha gereja Nestorian dalam mengutus para missionarisnya ke luar negeri.








III. KESIMPULAN 
Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa gereja sempat berkembang sangat pesat di beberapa negara, bahkan Kristen sempat menjadi agama resmi dalam suatu negara, namun setelah masuknya Islam, kekristenan mulai terlihat semakin merosot dan bahkan diketahui hampir hilang di beberapa daerah dimasa itu. Hal ini diakibatkan tidak lain karena tekanan-tekanan dan hambatan hebat yang diberikan Islam kepada orang-orang Kristen. Akibat dari penghambatan tersebut, pihak gereja lebih memilih bertahan daripada menyebarkan Injil. Di beberapa negara yang dikuasai Islam, kehidupan orang-orang Kristen menjadi sangat tidak makmur. Hal ini diakibatkan sering terjadinya tindakkan diskriminasi terhadap orang-orang Kristen, mulai dari pajak yang tinggi, larangan menginjil, hingga ancaman hukuman mati atas orang-orang Kristen. Bahkan memasuki pemerintahan dinasti Abbasiah dikeluarkanlah peraturan-peraturan anti-Kristen lainnya. Tidak hanya dari pihak Islam, hambatan juga datang dari dalam diri gereja itu sendiri. Dalam diri gereja terjadi kasus korupsi dan suap jabatan, selain itu kasus dimana rahib-rahib kawin secara sembunyi-sembunyi dan kasus rahib yang melawan terhadap kepala biara sempat terjadi dimasa itu. Kendatipun mendapati banyak tantangan dalam diri gereja dimasa perintahan Islam juga terdapat beberapa tokoh yang sempat berpengaruh atas gereja dimasa itu, seperti; Yohannes dari Damaskus yang terkenal sebagai seorang penulis buku yang nantinya mempengaruhi perkembangan teologi gereja Ortodoks Timur. Selain Yohannes dari Damaskus terdapat seorang lagi tokoh yang juga ikut mempengaruhi gereja di zaman itu, ia adalah seorang tokoh gereja Nestorian bernama Timotius I (±728-823). Timotius diketahui pernah mentahbiskan seorang uskup di daerah kekuasaan Islam (Yaman). Selama empat puluh tahun memimpin menjadi puncak usaha gereja Nestorian dalam mengutus missionarisnya.




[1]. Thomas Van den End, Harta Dalam Bejana : Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012), hlm. 71
[2]. Ibid.
3. Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hlm. 13
[4]. Ibid. hlm. 61
[5]. Ibid. hlm. 62
[6]. Dr. Th. Van den End & Dr. Christiaan de Jonge, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997), hlm. 18
[7]. Op.Cit. hlm. 63
[8]. Anton Wessels, Arab dan Kristen : Gereja-gereja Kristen di Timur Tengah, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001), hlm. 184
[9]. Thomas Van den End, Harta Dalam Bejana : Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012), hlm. 110
[10]. Op.Cit. hlm. 187
[11]. Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hlm. 69
[12]. Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar