I.
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang
Sebelum
mengetahui sejarah perjumpaan Gereja dan Islam, penulis akan menjelaskan
terlebih dahulu latar belakangnya yang dimulai pada abad V. Dalam sejarah
gereja abad V, gereja dihadapkan pada hambatan dikarenakan pertikaian yang
membahas tentang kedua tabiat Kristus. Terdapat dua tokoh yang bertikai, yakni
Nestorius dan Cyrillus[1].
Pokok persoalannya adalah mengenai bagaimana hubungan erat antara kemanusiaan
Kristus dan juga keillahiannya. Nestorius berpendapat bahwa hubungan tabiat
Kristus itu tidak dapat bersatu sampai kapanpun (duofisit). Sedangkan lawannya yaitu Cyrillus berpendapat
sebaliknya, ia menganggap bahwa hubungan tabiat Kristus itu tidak dapat
dipisahkan (monofisit)[2].
Dari pertikaian beda pendapat ini akhirnya gereja mengadakan konsili Chalcedon.
Hasil dari konsili tersebut Nestorius dinyatakan sesat dan akhirnya memilih
memisahkan diri dari gereja dan mendirikan gerejanya sendiri (Nestorian) di Persia. Dalam mengabarkan
injil, gereja Nestorian bisa dibilang berhasil berkembang dengan baik. Kegiatan
pekabaran injil oleh gereja Nestorian sendiri meliputi seluruh Asia.
Orang-orang Kristen ini diketahu telah menyebarkan injil ke Arabia, India, Asia
Tengah, dan Tiongkok. Dalam menyebarkan injil, orang-orang Nestorian mengikuti
sebuah jalur perdagangan yang menghubungkan wilayah Cina dan India yang biasa
disebut sebagai “jalan sutra[3]”.
Muhammad yang merupakan pelopor dari agama Islam diketahui pada waktu itu
sering pergi berdagang melewati jalan sutra tersebut dan di sana ia bertemu
serta berkenalan dengan agama Kristen, inilah yang menjadi latar belakang
perjumpaan Gereja dan Islam.
b. Batasan Permasalahan
Penulis
akan menjelaskan tentang sejarah perjumpaan Gereja dan Islam yang akan dimulai
dari sejarah berkembangnya Islam, namun mengingat banyaknya peristiwa yang
terjadi, maka penulis akan membatasi pembahasan dan akan lebih mendalam pada
sejarah perkembangan Islam, tantangan Gereja di masa kejayaan Islam, dan
beberapa tokoh gereja di masa kejayaan Islam.
II.
PERJUMPAAN GEREJA dan ISLAM
A. Berkembangnya Islam
Sekitar
tahun 600 M perluasan kekristenan melalui pekabaran injil mulai terlihat
meningkat dan membaik. Keruntuhan kekaisaran Romawi bagian barat yang
diakibatkan penjajahan oleh bangsa Jerman tidak membuat gereja menjadi goyah,
bahkan bangsa yang menjajah (Jerman) itupun masih bisa diinjili. Kekaisaran
Romawi timur yang dikenal sebagai kerajaan Byzantin juga masih terlihat kuat
dengan tingkat perdaban Kristen Ortodoks yang tinggi. Gereja Nestorian yang
mengenal paham duofisit dianggap
sebagai kaum minoritas di Persia mulai bersemangat pula dalam mengabarkan injil
ke arah timur. Namun sesudah tahun 600 M, muncullah agama Islam di Arabia.
Kedatangan Islam mengubah keadaan yang ada. Perkembangan Islam mengalami
kemajuan yang lebih pesat hingga dalam waktu singkat perkembangan Islam sudah
setara dengan luasnya wilayah pekabaran injil. Gerejapun menjadi berkurang
drastis dan lebih memilih mengambil sikap bertahan daripada berkembang[4].
Seorang
tokoh bernama Muhammad yang lahir di Mekkah ± 570 M, dikenal sebagai pelopor
penyiaran ajaran Islam pada saat itu. Banyaknya kesulitan semasa mudanya,
menjadikannya pemerhati janda-janda dan anak-anak yatim. Suatu ketika ia
menikah dengan seorang janda kaya bernama Khadijah yang memiliki suatu kafilah
yang nantinya dikelola Muhammad. Pada tahun 610, Muhammad menyerukan untuk
meninggalkan kepercayaan dan ritual-ritual animistis kepada penduduk di Mekkah
agar hanya menyembah kepada Tuhan yang Maha Esa[5].
Baginya, tidak mudah untuk bisa diterima sebagai nabi. Iapun harus menghadapi
banyak tantangan. Pada tahun 622 Muhammad beserta keluarganya “hijra” (migrasi)
ke Medina (Yatrib) dan membentuk umat Islam di sana. Cara Muhammad menguasai
jazirah Arab adalah dengan memadukan jalan peperangan dan diplomasi, pada tahun
630 ia diakui sebagai pemimpin rohani dan politik di Arab. Pada tahun 632
Muhammad wafat[6].
Agama
Islam mengenal konsep “jihad” yang
berarti berjuang di jalan Allah. Menurut Alquran, orang yang tewas atau mati
syahid saat melakukan jihad akan mendapatkan kemuliaan di surga. Pada saat itu
bangsa Arab terdiri dari suku-suku nomaden yang memiliki unta dan kuda yang
terkenal tangkas, mereka juga dikenal berwatak keras dan senang berperang.
Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor mengapa bangsa Arab sering
merebut negara-negara besar. Dua negara yang berkuasa pada waktu itu adalah
Roma dan Persia, dengan tingkat peradaban tinggi dan memiliki sejumlah
kota-kota indah, tidak heran orang Arab berminat memilikinya. Pada masa itu
kekaisaran Byzantin dan Persia mudah diserang karena pengaruh perang antar
kedua wilayah tersebut yang terjadi sekitar tahun 604 sampai 630.
Para panglima termasyur
Arab memimpin bangsanya untuk menyerang negara-negara di sekitarnya. Dimulai
dari Byzantin, bangsa Arab berhasil menundukkan kota Damaskus pada tahun 635,
seluruh negara Siria pada tahun 636, dan kota Yerusalem pada tahun 638.
Selanjutnya kota Alexandria dan seluruh Mesir dikuasai pada tahun 642, kemudian
pada tahun 651 kekaisaran Persia juga ikut ditaklukkan dan dijadikan negara
Arab dangan ibukota Baghdad. Di bawah kalifah dinasti Abbasiah nantinya negara-negara
tersebut terkenal sebagai negara Arab terkuat. Namun ketika bangsa Arab
menyerang ibukota Byzantin yaitu Konstantinopel, mereka berhasil dipukul mundur
oleh tentara kaisar Leo.
Tidak berselang lama,
kesatuan bangsa Arab akhirnya mulai goyah. Tiga dari empat orang yang dianggap
khalifah pertamapun mati dibunuh. Islam terpecah menjadi dua golongan yaitu
golongan kaum Suni yang dikenal
sebagai Islam ortodoks dan menerima keempat Khalifah pertama sebagai pengganti nabi Muhammad yang
sah. Dan juga golongan Shia, yang
menerima Ali, menantu Muhammad, dan imam-imam sebagai pengganti Muhammad yang
sah[7].
Dari situ perang-perang dahsyat antar bangsa Arab akhirnya pecah. Namun tidak
lama berselang, Islam yang terpecah tadi kembali menyatukan kekuatan dalam
menghadapi daerah-daerah yang hendak direbutnya. Dibawah pemerintahan khalifah
dinasti Ummayah[8],
kekuasaan Islam makin meluas dan berkembang hingga ke arah barat di Afrika
utara. Sekitar tahun 711 tentara Arab kembali menyerang dan dengan cepat
berhasil menduduki Spanyol. Mereka juga memasuki Perancis, namun Karel Martel
yang merupakan Raja Perancis berhasil memukul mundur tentara Arab dalam
pertempuran di Tours pada tahun 732, dan menetapkan kekuasaan Arab hanya sampai
di pegunungan Pyrene. Hanya dalam seabad, kekuasaan Islam telah berhasil
menaklukkan seluruh wilayah kekristenan, Afrika dan Asia. Di abad 10, dapat
dijumpai tiga kekaisaran Islam yaitu di Asia, Eropa, dan di Afrika Utara yang
dari situ dapat dilihat bahwa perkembangan gereja menjadi tidak terarah dan
kandas.
B. Persamaan dan Perbedaan Kristen-Islam
Pada
dasarnya Kristen dan Islam merupakan dua agama yang memiliki beberapa persamaan
dan juga beberapa perbedaan yang cukup mencolok. Persamaan antara Kristen dan
Islam adalah keduanya merupakan agama yang berakar dari bangsa dan budaya
semit, keduanya juga merupakan agama yang menganut paham percaya akan satu Tuhan
yang Esa atau biasa disebut monoteisme. Allah disebut Elohim dalam bahasa
Ibrani bagi Kristen, dan Islam menyebut “Allaha”
dalam bahasa Siria dan menjadi “Allah” dalam bahasa Arab. Kedua agama ini juga
meyakini bahwa Tuhan Allah adalah pencipta segala yang ada, hakim atas segala
yang hidup dan yang mati dan juga Allah Abraham.
Perbedaan yang mendasar
atas kedua agama ini adalah, bagi orang Kristen, Yesus adalah anak Allah yang
merupakan jalan satu-satunya menuju ke Bapa (Allah). Namun bagi orang Islam,
gelar “anak Allah” yang diberikan kepada Yesus merupakan suatu wujud
penghujatan kepada Allah yang Maha Esa. Muhammad sendiri memandang Isa (Yesus)
sebagai seorang nabi yang luar biasa dan memiliki banyak gelar mulia, tetapi
Muhammad menyangkal bahwa Isa di salibkan. Bagi Islam, Muhammad merupaka
seorang nabi terakhir yang terbesar dan termulia. Bagi orang Kristen kanon
Firman Tuhan diakhiri dengan PB, sedangkan bagi Islam wahyu Allah yang terakhir
adalah Alquran. Muhammad juga memberikan gelar “Ahlul Kitab” (people of the
book) kepada orang-orang Yahudi dan Kristen, hal ini dikarenakan mereka
memiliki sebagian dari Firman Tuhan.
C. Tantangan Gereja di masa Islam
berjaya
Semasa
Muhammad berhasil merebut Arab, suku-suku Arab akhirnya mengakui Muhammad
sebagai rasulnya dan membuat perjanjian menganut agama Islam. Di Yaman,
orang-orang Kristen tidak diharuskan
memeluk agama Islam asalkan mereka membayar pajak sebagai bentuk
toleransi Muhammad dan juga mengakui kekuasaan tertinggi dalam negara tersebut
yaitu Islam. Hal ini juga berlaku di seluruh negara-negara yang dikuasainya.
Namun terdapat pengecualian terhadap orang-orang yang menganut paham animisme
yang biasa disebutnya sebagai kafir, mereka diwajibkan masuk Islam. Para
khalifah yang merupakan pengganti Muhammad pada akhirnya juga ikut melanjutkan
kebijakan toleransi ini. Di Armenia yang diketahui terdapat sebuah kerajaan
Kristen tunduk pada peraturan itu dan masih diberi kuasa otonomi sebagai negara
Kristen yang menganut paham monofisit. Suku-suku Arab yang pada saat itu sudah
memeluk agama Yahudi atau Kristen terpaksa harus masuk Islam, namun terdapat satu
suku yang mendapat pengecualian yaitu suku Taghlib yang mayoritas merupakan
Kristen Nestorian, mereka diperbolehkan untuk tetap mempertahankan imannya
asalkan membayar pajak yang cukup tinggi. Desakan membayar pajak yang tinggi
mengakibatkan banyak orang Kristen menjadi murtad dan memilih masuk Islam, hal
ini mengundang gereja Nestorian untuk mengirim surat kepada orang-orang yang
murtad tersebut sebagai bentuk ejekan atas iman mereka yang mudah goyah hanya
karena pajak.
Umar
I adalah seorang khalifah ke dua, membuat persetujuan dengan beberapa kota yang
berpenduduk mayoritas orang Kristen. Persetujuan tersebut dikenal dengan nama
“perjanjian Umar”. Pada saat itu keadaan orang-orang Kristen yang berada di
negara-negara Islam mengalami diskriminasi. Mereka diperbolehkan memiliki
gedung-gedung gereja yang sudah ada
sebelumnya namun tidak diperbolehkan membangung gedung gereja yang baru.
Selanjutnya orang Kristen juga tidak diperkenankan mencela agama Islam, tidak
diperbolehkan menikahi orang yang beragama Islam, serta tidak diperbolehkan
memberitakan Injil kepada orang Islam, dan apabila semua hal itu dilanggar maka
semua hartanya akan dirampas serta hukuman mati menjadi ancamannya. Akibat dari
peraturan-peraturan tersebut pertumbuhan gereja di negeri-negeri yang dikuasai
Islampun menjadi kandas, dan juga hanya sedikit saja orang yang memilih untuk
masuk Kristen.
Mamasuki
abad ke 8, atas perjanjian Umar yang berisi peraturan-peraturan yang sudah ada sebelumnya
kemudian ditambah lagi peraturan-peraturan baru yang lebih memalukan, misalnya;
orang-orang Kristen tidak diperbolehkan berjalan di tengah jalan dan juga duduk
di tempat pertemuan umum, selain itu juga orang-orang Kristen diwajibkan
mengenakan pakaian khusus dan memakai sepotong kain kuning kecil di luar pakaiannya
sebagai tanda bahwa orang yang mengenakan benda tersebut merupakan orang
Kristen. Orang-orang Kristen juga tidak diperbolehkan bekerja di bagian
kemiliteran, tetapi sebagai gantinya mereka di wajibkan menanggung beban pajak
yang cukup berat. Pajak tersebut dipakai untuk upah tentara dan pasukan-pasukan
yang melindungi negara Islam. Pajak tanah tetap diberlakukan bagi semua
golongan agama yang ada, tetapi dibeberapa daerah pajak tersebut dinaikkan buat
orang yang bukan Islam. Orang-orang Kristen menjadi warga negara kelas dua di
negeri-negeri Islam. Dari tekanan-tekanan dibidang ekonomi tersebut banyak
orang Kristen menjadi murtad.
Memasuki
pemerintahan khalifah Umar II sekitar tahun 717-720, banyak orang-orang Kristen
yang berbondong-bondong masuk Islam. Hal ini dikarenakan Umar II menghapuskan
diskriminasi dan pajak tanah yang tinggi terhadap orang-orang yang bukan Islam,
namun sebelum menikmati penghapusan diskriminasi tersebut orang-orang yang
bukan Islam harus masuk Islam terlebih dahulu. Akibat dari kebijakan khalifah
Umar II itu mempengaruhi sistem keuangan negara yang mulai merosot drastis,
hingga akhirnya kebijakan tersebut tidak diteruskan.Lambat laun persoalan
mengenai status dan kedudukan orang-orang Kristen yang berada di negara Islam
mulai terpecahkan. Dengan mengikuti kebiasaan yang sudah berlaku lama di
Persia, orang-orang Kristen digolongkan sebagai “dhimmi[9]”
di tengah masyarakat Islam. Yang menjadi dhimmi pada saat itu adalah; umat dari
gereja Koptik, Ortodoks, Nestorian, dan juga umat Yahudi. Orang-orang Kristen
akhirnya terlepas dari undang-undang negara khalifat dan memiliki hukum
undang-undang tersendiri. Pada saat itu uskup atau katolikos menjadi kepala dan
pengontrol bagi orang-orang Kristen tersebut. Atas kebijakan tersebut pemimpin
gereja memiliki pekerjaan rangkap yaitu sebagai hakim, pemungut pajak, dan
gubernur. Meskipun sudah diberlakukannya kebijakan tersebut, umat Kristen masih
tetap diasingkan sebagai golongan yang tidak berkepentingan banyak dalam negara
Islam. Katolikos menjadi tunduk pada pemerintah dikarenakan lebih mementingkan
keamanan daripada harus mengabarkan Injil. Memasuki tahun 750, dalam sistem
pemerintahan dinasti Abbasiah[10],
Islam mulai terlihat menganut agamanya dengan lebih agresif. Pada saat itu
gedung-gedung gereja banyak yang dihancurkan dan peraturan-peraturan
anti-Kristen mulai diberlakukan.
Tidak hanya dari pihak
Islam, gereja juga mengalami tantangan dari dalam diri gereja itu sendiri
terutama pada gereja Nestorian. Dalam sebuah buku sejarah yang ditulis oleh
Tomas, seorang Uskup Marga, pada abad ke-9 terjadi sebuah korupsi dalam
hirearki gereja. Contohnya pada penyalahgunaan uang gereja dan sogokan untuk
sebuah jabatan dalam gereja. Tidak hanya itu, terdapat juga kasus lain dimana
rahib-rahib kawin secara sembunyi-sembunyi dan juga kasus dimana rahib melawan
terhadap kepala biara. Meskipun banyak mendapati tantangan gereja masih tetap
terlihat berkecukupan.
D. Tokoh Gereja di masa Kekuasaan
Islam
Meskipun
diketahui dalam diri gereja semasa Islam berjaya banyak mendapatkan tantangan
dan hambatan, namun dapat ditemukan juga beberapa tokoh gereja yang cukup
mempengaruhi kekristenan dimasa itu, seperti; Yohannes dari Damaskus (675-749)[11],
ia merupakan anak dari seorang bendaharawan khalifah yang diangkat menjadi
sekretaris khalifah Abd al-Malik. Sekitar tahun 726 ia mundur dari jabatannya
dan memilih masuk ke biara di Yerusalem bernama Mar Saba. Di biara tersebut ia
bekerja mengarang beberapa buku yang berpengaruh atas perkembangan teologi
gereja Ortodoks Timur. Dalam karyanya ia memperingatkan kepada orang Kristen
untuk tetap selalu mempertahankan imannya meskipun dibeberapa negara orang
Kristen dianggap sebagai dhimmi. Ia juga menyatakan Islam sebagai ajaran sesat
dari keturunan Ismael. Yohannes sendiri memfokuskan diri kepada
perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam Islam dan Kristen seperti pada ajaran
Kristologi dan ajaran mengenai Kristus.
Selain Yohannes dari
Damaskus, terdapat lagi seorang tokoh Kristen dari gereja Nestorian. Timotius I
(±728-823)[12]
seorang pemimpin gereja tersohor di Persia. Sekitar tahun 781 ia diundang dalam
perdebatan agama oleh seorang khalifah Al-mahdi. Beberapa pertanyaan yang
diberikan oleh sang khalifah antara lain yaitu mengenai siapa yang memberikan
Injil kepada orang Kristen, apakah mungkin Allah dapat memperoleh anak dari
seorang wanita, serta tanggapannya mengenai Muhammad. Jawaban yang diberikan
oleh Timotius atas pertanyaan sang khalifah terlihat cukup halus, seperti dalam
menjawab tanggapannya mengenai Muhammad. Ia menyatakan bahwa Muhammad adalah
seorang yang berjalan di jalan para nabi dan mengasihi Tuhan, namun ia tidak
secara gamblang menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang nabi. Timotius
diketahui berusaha sebagai pendorong perkembangan gereja. Bahkan berkat palayanannya
ia sempat mentahbiskan seorang uskup di daerah Yaman yang pada masa itu telah
dikuasai Islam. Empat puluh tahun Timotius memimpin menjadi puncak dalam usaha
gereja Nestorian dalam mengutus para missionarisnya ke luar negeri.
III.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas
maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa gereja sempat berkembang sangat
pesat di beberapa negara, bahkan Kristen sempat menjadi agama resmi dalam suatu
negara, namun setelah masuknya Islam, kekristenan mulai terlihat semakin
merosot dan bahkan diketahui hampir hilang di beberapa daerah dimasa itu. Hal
ini diakibatkan tidak lain karena tekanan-tekanan dan hambatan hebat yang
diberikan Islam kepada orang-orang Kristen. Akibat dari penghambatan tersebut,
pihak gereja lebih memilih bertahan daripada menyebarkan Injil. Di beberapa
negara yang dikuasai Islam, kehidupan orang-orang Kristen menjadi sangat tidak
makmur. Hal ini diakibatkan sering terjadinya tindakkan diskriminasi terhadap
orang-orang Kristen, mulai dari pajak yang tinggi, larangan menginjil, hingga
ancaman hukuman mati atas orang-orang Kristen. Bahkan memasuki pemerintahan
dinasti Abbasiah dikeluarkanlah peraturan-peraturan anti-Kristen lainnya. Tidak
hanya dari pihak Islam, hambatan juga datang dari dalam diri gereja itu
sendiri. Dalam diri gereja terjadi kasus korupsi dan suap jabatan, selain itu
kasus dimana rahib-rahib kawin secara sembunyi-sembunyi dan kasus rahib yang melawan
terhadap kepala biara sempat terjadi dimasa itu. Kendatipun mendapati banyak
tantangan dalam diri gereja dimasa perintahan Islam juga terdapat beberapa
tokoh yang sempat berpengaruh atas gereja dimasa itu, seperti; Yohannes dari
Damaskus yang terkenal sebagai seorang penulis buku yang nantinya mempengaruhi
perkembangan teologi gereja Ortodoks Timur. Selain Yohannes dari Damaskus
terdapat seorang lagi tokoh yang juga ikut mempengaruhi gereja di zaman itu, ia
adalah seorang tokoh gereja Nestorian bernama Timotius I (±728-823). Timotius
diketahui pernah mentahbiskan seorang uskup di daerah kekuasaan Islam (Yaman).
Selama empat puluh tahun memimpin menjadi puncak usaha gereja Nestorian dalam
mengutus missionarisnya.
[1]. Thomas Van den End, Harta Dalam
Bejana : Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012), hlm. 71
[2]. Ibid.
[4]. Ibid. hlm. 61
[5]. Ibid. hlm. 62
[6]. Dr. Th. Van den End & Dr.
Christiaan de Jonge, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, (Jakarta: BPK. Gunung
Mulia, 1997), hlm. 18
[7]. Op.Cit. hlm. 63
[8]. Anton Wessels, Arab dan Kristen
: Gereja-gereja Kristen di Timur Tengah, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001),
hlm. 184
[9]. Thomas Van den End, Harta Dalam
Bejana : Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012), hlm. 110
[10]. Op.Cit. hlm. 187
[11]. Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja
Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hlm. 69
[12]. Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar