Sabtu, 18 April 2015

Sejarah Misi Katolik Pertama di Indonesia

I.     Pendahuluan

a)      Latar Belakang
Sebelum mengetahui sejarah Misi Katolik Roma di Indonesia, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu latar belakangnya yang dimulai Pada abad ke 14. Pekabaran Injil di Asia pada saat itu menjadi macet akibat munculnya agama Islam. Gereja Nestorian yang dikenal dengan paham duofisitpun sudah hampir hilang, padahal sebelumnya daerah pekabaran injilnya begitu luas. Misi di Eropa barat juga ikut berhenti dikarenakan jalan darat dalam pekabaran Injil mulai tertutup. Pada awalnya yang memeberitakan Injil di Asia (Amerika) adalah missionaris-missionaris Katolik. Pada saat itu dari pihak Protestan hampir tidak ada usaha sama sekali. Sebaliknya dalam gereja Katolik timbul semangat mengabarkan Injil. Dikarenakan Kontra-Reformasi, muncullah semangat yang luar biasa, yang tidak hanya berarah pada perlawanan terhadap kaum Protestan, melainkan juga berarah ke daerah-daerah diluar Eropa. Kegiatan di daerah-daerah tersebut menjadi mudah karena sebagian besar merupakan daerah jajahan Spanyol dan Portugal yang merupakan dua negara di Eropa Selatan yang tidak terpengaruh Reformasi. Sejak tahun 1350, orang-orang Portugis sudah mencari jalur laut ke Asia. Awalnya mereka memiliki dua maksud tersendiri dari pelayarannya, yaitu; untuk berdagang dan meneruskan perang salib di tempat-tempat yang dikuasai Islam[1].


b)     Batasan Permasalahan
Penulis akan menjelaskan tentang sejarah Misi Katolik Roma di Indonesia yang akan dimulai dari sejarah awal masuknya Roma Katolik di Indonesia, namun mengingat banyaknya peristiwa yang terjadi, maka penulis akan membatasi pembahasan dan akan lebih mendalam pada sejarah masuknya Roma Katolik di Indonesia ini beserta tantangan dalam Misi Katolik dan Tokoh Misi Katolik Roma di Indonesia.







II.  Misi Katolik Roma di Indonesia

A.    Masuknya Agama-agama di Nusantara
Sudah sejak lama Nusantara menjadi jalur perdagangan antar negara dan bahkan benua. Nusantara sendiri saat itu menghasilkan rempah-rempah yang berasal dari Maluku yang dinilai sangat berharga. Banyak saudagar-saudagar dan pedagang-pedagang dari negara lain seperti India, Mesir, Tiongkok, Persia, Eropa dan Arab akhirnya berlomba-lomba mendapatkan bumbu tersebut dan membawanya ke negara masing-masing, Nusantarapun menjadi jalan dagang tersohor dan kota-kota pelabuhan sempat menjadi daerah kaya di masa itu. Dari kekayaan itu, mereka dapat menaklukkan daerah-daerah di sekitarnya. Timbullah banyak kerajaan yang tersebar di Nusantara seperti Sriwijaya, Mojopahit, Pajajaran, Ternate, Tidore, Bacan, Jailalo dan banyak lagi kerajaan besar-kecil lainnya[2].
Pada mulanya masyarakat-masyarakat di Nusantara memeluk agama-agama suku namun lambat laun masuklah berbagai agama dari negara-negara luar melalui pedagang-pedagang yang datang ke Nusantara. Pada abad-abad pertama sesudah Masehi, pedagang-pedagang Kristen dari Mesir dan Persia menetap di Arabia tenggara, India barat dan selatan, serta di Srilangka. Dari tempat tersebut kemungkinan terdapat pedagang-pedagang Kristen yang ikut datang ke Nusantara. Dalam sebuah buku yang ditulis di Mesir ± tahun 1050 sesudah Masehi, tercatat bahwa terdapat beberapa gedung gereja di “Pansur”. Dan yang dimaksud dengan “Pansur” kemungkinan adalah Barus yang berada di pantai barat Sumatera utara. Selain Kristen, ada lagi agama-agama lain yang masuk ke Nusantara seperti Hindu dan Budha yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari India dan Cina. Agama tersebut berkembang di kerajaan-kerajaan yang ada, seperti Hindu yang berkembang di kerajaan yang ada Pulau Jawa dan Budha berkembang di kerajaan yang ada di Sumatera.
Memasuki abad 13, masuk lagi sebuah agama ke Nusantara yaitu Islam. Pada saat itu agama Islam di bawa oleh pedagang-pedagang yang berasal dari Arab, Mesir, Persia, dan bahkan Gujarat yang saat itu sudah dikuasai oleh Islam. Islam berkembang lebih pesat di Nusantara karena para pedagang Islam tadi menetap di salah satu tempat dan kawin dengan bangsawan yang ada di Nusantara. Tidak hanya itu banyak juga raja-raja beralih memeluk Islam dan memperluas wilayahnya dengan menyerang tetangganya yang masih kafir. Dari situ dapat dilihat bahwa agama-agama yang datang dan sudah berkembang di Nusantara adalah Islam, Hindu, Budha, Kristen yang masih minoritas di masa itu, serta agama-agama suku[3].


B.     Masuknya Roma Katolik di Indonesia
Memasuki abad 15 bangsa Portugis mulai menjelajah Afrika. Dengan didorong kepentingan dagang, semangat menemukan jalan ke India yang dinilai pada waktu itu merupakan suatu wilayah yang kaya akhirnya dimulai[4]. Selain hendak berdagang, Portugis juga memiliki maksud lain, yaitu hendak menguasai dan menghancurkan lalu lintas perdagangan orang-orang Asia terutama Turki dan orang-orang Eropa. Timbul lagi alasan lainnya yang adalah mengenai agama. Bangsa Portugis akhirnya merasa bertanggung jawab atas penyiaran agama Kristen di laut seberang. Pada saat itu Paus sangat menyetujui dan mendorong maksud pekabaran Injil ke negeri-negeri yang lebih jauh lagi. Bahkan sebagai rangsangan, Paus hendak memberikan hadiah kepada raja-raja Portugis yang berhasil menemukan daerah-daerah baru tersebut. Saat itu, raja-rajalah yang berhak mengirim dan membiayai missionaris PI, dan sistem ini dikenal dengan istilah padroado[5]. Di setiap kapal yang berlayar mengarungi lautan inilah terdapat imam-imam yang bertujuan memelihara kerohanian awak kapal yang ada dan setelah mendarat barulah misi mengabarkan Injil kepada penduduk setempat terjadi.
Sekitar tahun 1492 kapal-kapal Spanyol yang juga ikut berlayar bersama dengan Portugis menemukan benua Amerika yang dipimpin oleh Colombus. Saat itu terjadi persaingan antara Spanyol dan Portugis dalam menduduki wilayah-wilayah yang mereka inginkan dan akibat dari itu pada tahun 1494 Paus membagi 2 dunia, Amerika akan menjadi wilayah kekuasaan Spanyol dan Asia menjadi wilayah Portugis. Namun lambat laun masing-masing bangsa tersebut melanggar pembagian batas dari Paus itu, sehingga Portugis bisa sampai ke Brasila dan Spanyol sampai ke Filipina. Dan pada tahun 1498 akhirnya Vasco da Gama memimpin pasukan pelayarannya melewati ujung selatan benua Afrika dan sampai ke India.
Dalam penjajahan Portugis dan Spanyol terdapat beberapa ciri yang khas yang dapat terlihat, misalnya, dalam penjajahan Portugis dibeberapa wilayah di dunia, mereka hanya mendirikan beberapa benteng di wilayah jajahan yang kecil daerah sekitarnya. Kemudian bangsa Portugis yang menjajah ini pada umumnya menetap di daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah negara-negara yang kuat dan sudah memeluk agama-agama tinggi yaitu Islam, Hindu, dan Budha, Nusantara adalah salah satu wilayah tersebut. Sedangkan dalam penjajahan Spanyol, mereka memiliki ciri khas dengan menjajah ke seluruh wilayah yang ditemukannya (Amerika Selatan/Tengah dan Filipina) dan wilayah jajahan mereka sebagian besar memiliki penduduk yang beragama suku yang lambat laun tidak dapat mempertahankan diri dari serangan senjata api pasukan tentara dan Injil dari missionaris Spanyol[6].
Orang-orang Portugis akhirnya sampai ke perairan Nusantara melalui jalur laut sebelah barat. Dan pada tahun 1511 orang-orang Portugis berhasil menaklukkan Malaka. Pada saat itu  Malaka merupakan pusat perdagangan yang penting dan pada tahun 1512 Portugis sudah masuk ke Maluku. Sekitar tahun 1522 mereka menetap di Ternate dan mendirikan sebuah benteng yang bernama Sao Paulo yang berfungsi sebagai tempat berlindung dan beribadah para saudagar-saudagarnya. Di situ pula pelayanan gereja di Nusantara mulai terlihat, Portugis memulai misi mengabarkan Injil kepada penduduk asli yang berada di dekat benteng. Pada saat itu sudah terdapat tiga daerah kekuasaan Portugis yaitu di Goa India Barat, Malaka, dan Ternate. Ternate dijadikan pangkalan militer dan Misi Portugis di Indonesia. Nasib dari misi Portugis tersebut tergantung dari hubungan antara orang-orang Portugis dengan penguasa Ternate pada saat itu yang merupakan seorang sultan bernama Hairun. Akhirnya dari pihak Portugis dan sultan Hairun menjalin hubungan dagang. Di Maluku sendiri saat itu penduduknya terbagi atas dua golongan, yaitu: ulisiwa yang merupakan golongan masyarakat beragama suku, dan ulilima yang merupakan golongan masyarakat beragama Islam di bawah pemerintahan sultan[7]. Pada tahun 1558, Portugis meresmikan sebuah keuskupan di Malaka. Portugis yang pertama kali memasuki daerah Nusantara dan mengabarkan Injil di Ternate kemudian melanjutkan menyebarkan Injil ke tempat lain seperti di NTT dan Sulawesi Utara.

C.    Tantangan Misi Katolik
Setelah tahun 1547, misi pekabaran Injil Portugis di Nusantara mulai terlihat berkembang namun dalam perkembangannya kedepan gereja terpaksa harus merasakan banyak tantangan. Pada Gereja di Maluku misalnya harus menghadapi penderitaan dikarenakan pergolakan politis yang terus menerus berlangsung disana. Pada tahun 1547-1570 Ternate merupakan pusat dari Misi Portugis. Di tempat tersebut juga menetap kepala orang-orang Yesuit, Dominikan, dan Fransiskan[8]. Misi gereja saat itu terikat pada kekuasaan negara Portugis, hal inilah yang mengakibatkan orang-orang Portugis sering terlibat dalam hal-hal politik. Penguasa atas Ternate saat itu adalah sultan Hairun (1535-1570). Sultan Hairun menginginkan kerajaannya bisa menguasai seluruh Maluku dan daerah di sekitarnya, termasuk tiga kerajaan Islam yang lain. Kehadiran Portugis dianggapnya sebagai penghalang akan keinginannya tersebut. Hairun sebenarnya tidak menyukai orang-orang Portugis dan juga daerah-daerah yang menerima ajaran Kristen karena dianggapnya akan menjadi sekutu Portugis. Salah satu faktornya ialah karena dua kali ia ditangkap Portugis tanpa alasan yang sah. Namun di lain hal, ia juga harus terpaksa menjalin kerjasama dengan Portugis.
Pada waktu Portugis dan Ternate sedang akur, ketiga kerajaan Islam yang lain datang dan memusuhi Portugis, serta menghambat misi penginjilan mereka. Namun jika sebaliknya Portugis dan Ternate sedang berseteru, ketiga kerajaan Islam itu bersikap ramah terhadap mereka dan anggota-anggota misi mereka. Hal ini mengakibatkan misi Portugis tersebut sempat mendapatkan pukulan terus dari Ternate atau dari musuhnya yang lain. Meskipun begitu, jemaat-jemaat di sana masih dapat maju. Bila merasa terancam oleh Ternate, daerah-daerah lain yang beragama Islam maupun beragama suku meminta pertolongan kepada Portugis dan menyamai kekuasaan Hairun. Pada zaman itu cara terbaik menjalin persahabatan dengan Portugis adalah dengan menerima agama mereka, dengan demikian permintaan akan baptisan kian meningkat dari beberapa daerah.
Di Halmahera harapan akan perkembangan misi gereja mulai terlihat. Saat itu orang-orang yang menjadi Kristen di Halmahera utara dan di Morotai kian bertambah. Namun sekitar tahun 1557 terjadi krisis. Saat itu panglima Portugis melakukan tindakan yang membuat sultan Hairun marah. Panglima Portugis merebut cengkeh yang merupakan milik sultan, ketika sultan mengetahui tindakan panglima tersebut, sultanpun tidak terima dan melawannya, namun ia justru ditahan oleh Portugis. Kemudian Hairun dibebaskan oleh orang-orang Portugis yang tidak menyukai perbuatan panglimanya tersebut. Sultan yang merasa terhina akan perbuatan panglima Portugis itu melampiaskan kemarahannya pada orang-orang Portugis dan jemaat-jemaat Kristen yang ada. Akhirnya terjadi kesusahan yang menimpa kehidupan orang-orang Kristen di seluruh kepulauan Maluku. Terjadi Islamisasi di Halmahera, orang-orang yang sudah memeluk agama Kristen dipaksa untuk memeluk agama Islam. Krisis inipun tidak bisa mempertahankan perkembangan misi di Maluku utara. Namun lambat laun misi Kristen tersebut mulai dibangun kembali dan sekitar tahun 1565 jumlah kampung-kampung Kristen menjadi 47 buah dengan jemaat sebanyak 80.000 jiwa[9].
Di kepulauan-kepulauan yang dikuasai raja-raja Islam, misi Kristen juga dapat terlaksana. Pada awalnya raja-raja tersebut sempat memberikan hambatan terhadap orang-orang Kristen, namun hal ini mulai berubah ketika hubungan Portugis dengan sultan Hairun menjadi tidak akur. Saat raja Bacan dan Tidore dibabtis, hubungan Portugis dan sultan Hairun makin memanas. Sultan Hairun beranggapan bahwa Portugis hendak membuatnya rugi dengan cara menjalin kerjasama dengan raja-raja saingannya tersebut. Sekitar tahun 1569, gereja sudah memasuki puncak perkembangannya, terutama di Maluku Utara. Namun hal itu kembali berubah karena terjadinya sebuah Krisis baru yang melebihi krisis sebelumnya. Krisis ini dimulai dari penghambatan akan orang Kristen di Halmahera Utara dari pihak sultan Hairun yang terjadi sekitar tahun 1568-1569. Orang-orang Portugispun tidak berkutik akan penghambatan tersebut. Suatu ketika panglima Portugis melakukan suatu kesalahan besar. Pada awalnya panglima Portugis mengadakan perjanjian damai dengan sultan Hairun dan keesokan harinya sang sultan dikhianati dengan cara dibunuh (1570). Akibat dari pembunuhan sultan tersebut terjadilah peperangan. Benteng Sao Paulopun diisolasikan dari dunia luar oleh pihak sultan yang dibunuh tadi. Portugis akhirnya menyerah dan sisa-sisanya menyingkir ke Ambon dan Tidore. Di Tidore ini menjadi pusat baru kekuasaan dan misi Portugis[10].
Setelah tahun 1570 misi Kristen di Maluku Utara mulai terlihat hancur berantakan. Namun di Bacan dan Tidore masih ada jemaat-jemaat kecil yang dapat bertahan selama beberapa puluh tahun. Tahun 1580, Spanyol yang dari Filipina akhirnya datang membantu Portugis dan bersama-sama berhasil mengalahkan Ternate pada tahun 1606. Berkat kemenangan ini misi di Halmahera berangsur-angsur dapat dijalankan kembali, namun beberapa tahun kemudian sekitar tahun 1613, misi di Halmahera akhirnya berhenti dan memaksa para missionarisnya angkat kaki dari tempat itu. Hal ini dikarenakan munculnya suatu kekuasaan baru di Maluku[11], yaitu para orang-orang Belanda. Pada saat itu sultan Ternate pengganti Hairun menjalin kerjasama dengan Belanda. Pada akhirnya jemaat hasil misi Portugispun tidak bersisa di tempat tersebut karena Belanda juga melakukan Protestanisasi di tempat tersebut. Namun meskipun begitu, misi pekabaran injil Roma Katolik menuai keberhasilan di kepulauan Timor, Flores, dan Solor.

D.    Fransiskus Xaverius
Dalam perjalanan Misi Katolik di indonesia tidak terlepas dari seorang tokoh yang sangat berpengaruh akan perjalanan perkembangan Misi tersebut, ialah Fransiskus Xaverius. Fransiskus Xaverius lahir di Spanyol sebagai anak bangsawan pada tahun 1506. Ia bercita-cita menjadi seorang imam meskipun tanpa merasa ada panggilan tertentu. Pada awalnya Xaverius bekerja di Goa, di tengah-tengah masyarakat yang terlihat sangat hancur. Meskipun begitu ia tetap melayani masyarakat pribumi dan berlayar ke daerah utara Goa untuk membina jemaat yang terlantar disana. Dua tahun lamanya ia berada di India lalu mendengar adanya kesempatan baik di Sulawesi Selatan dan mulai berangkat ke Malaka. Setelah sedikit-sedikit belajar bahasa Melayu, iapun berangkat ke Maluku. Di Maluku ia bekerja selama 15 bulan lamanya.
Xaverius adalah seorang perintis gaya baru dalam menjalankan Misi Katolik. Saat itu di Ternate, orang-orang Kristen hidup seenaknya dan sama sekali tidak paham akan hal agama. Dari situ Xaverius menyelenggarakan pelajaran tentang agama Kristen kepada anak-anak dan orang dewasa. Dalam mengajar ia mempunyai metode rumusan-rumusan pokok iman Kristen, seperti pengakuan iman rasuli, doa Bapa kami, salam Maria, sepuluh perintah dan lainnya lagi yang dikajinya didepan orang yang berkumpul[12]. Para pendengarnya harus mengulangi naskah-naskah yang dikajinya tersebut sampai hafal. Pada malam hari, Xaverius memegang lonceng dan mengajak para penduduk untuk mendoakan jiwa-jiwa di api penyucian. Di Ternate sendiri, Xaverius menyusun semacam katekismus dalam bentuk sebuah syair lagu yang di dalamnya mengandung penjelasan dari pengakuan iman. Saat itu bahasa yang dipakai adalah bahasa Portugis, tetapi ada juga yang sudah dimuat dalam bahasa Melayu yang dipakai diseluruh Maluku. Xaverius terus berupaya mengajarkan ilmu keagamaan terhadap orang-orang Kristen tersebut dengan tujuan agar mereka meninggalkan penyembahan-penyembahan berhala hingga benar-benar dan sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus. Tidak hanya dengan orang Kristen, Xaverius jiga bergaul dengan orang beragama Islam di Ternate, bahkan pada sultan Hairun. Dengan menjalin persahabatan, ia mengunjungi banyak jemaat di Halmahera yang tengah berantakan dan lama tidak melihat kedatangan seorang imam.
Di Ambon terdapat 7 kampung yang sudah berhasil dikristenkan. Di tempat tersebut ia menggunakan metode yang hampir sama. Dengan di temani seorang anak laki-laki ia memasuki banyak rumah yang di dalamnya terdapat orang-orang yang butuh di layani secara rohani. Anak-anak yang mengikutnya tadi juga menjadi penghantar mengucapkan pengakuan iman rasuli dan kesepuluh perintah. Tidak hanya itu ia juga mengajarkan doa-doa dan pokok-pokok iman lainnya kepada anak-anak dan orang dewasa ditempat itu dengan dibantu jurubahasa. Selain kepada orang Kristen, Xaverius juga berusaha mengajarkan Injil kepada orang-orang yang menganut agama nenek moyang dengan mengelilingi Leitimor, pulau Seram, Saparua, dan Nusa laut[13]. Tidak mau menetap di Maluku, ia akhirnya meninggalkan Maluku dan pergi ke Jepang. Dari keberangkatannya banyak pihak yang sangat menyayangkannya, bahkan bagi orang-orang Islam kala itu.






III.   Kesimpulan 
Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Nusantara sejak awal sudah menjadi jalur dagang tersohor dan kaya. Saudagar-saudagar yang datang ke Nusantara untuk berdagang membawa agamanya masing-masing seperti Islam, Kristen, Hindu serta Budha dan lambat laun berkembang di Nusantara. Islam sendiri yang masuk pada abad 13, merupakan agama yang paling sukses berkembang di Indonesia karena banyak pedagangnya kawin dengan bangsawan Nusantara serta banyaknya raja-raja yang beralih ke agama tersebut. Memasuki abad 15 orang-orang Portugis dan Spanyol mempunyai maksud tersendiri untuk datang ke wilayah Asia dan Amerika yaitu hendak meraup keuntungan dengan berdagang, menguasai jalur perdagangan yang saat itu dikuasai Islam, dan hendak menyebarkan kembali Injil. Pada akhirnya Portugis berhasil memasuki Malaka tahun 1511, kemudian ke Maluku pada tahun 1512. Memasuki tahun 1522, Portugis sudah berada di Ternate dan membangun benteng disana yang diberi nama Sao Paulo. Di sana Portugis mulai menyebarkan injil kepada orang-orang pribumi yang berada di sekitar benteng. Setelah berkembangnya misi pekabaran injil yang dibawa Portugis, mereka harus merasakan banyak tantangan. Tantangan pertama datang dari pihak kekuasaan Ternate pada waktu itu yaitu dari sultan Hairun dan tantangan kedua datang dari kekuasaan baru yang bergabung dengan kekuasaan sultan Hairun yaitu pihak Belanda. Pada tahun 1613, misi pekabaran injil di Maluku terlihat gagal karena Belanda yang juga datang di kala itu melakukan Protestanisasi terhadap orang-orang di Maluku. Meskipun di Maluku terlihat gagal, misi pekabaran injil dari Roma Katolik dapat berjalan baik di kepulauan Timor, Flores, dan Solor. Dalam perkembangan Misi Roma  Katolik tidak terlepas dari peranan tokoh yang ikut membantu. Ialah Fransiskus Xaverius (1506), seorang anak bangsawan dari Spanyol yang menempatkan diri sebagai pelayan gereja saat itu. Dalam mengembangkan Misinya, Xaverius menggunakan metode-metode yang unik kepada masyarakat Maluku seperti menyelenggarakan pelajaran tentang agama Kristen, mengajarkan pengakuan iman rasuli, salam Maria, sepuluh perintah Allah, dan doa Bapa kami. Dalam mengajar, Xaverius dapat dikatakan sukses seperti di beberapa tempat di Leitimor, pulau Seram, Saparua, dan Nusa laut. Setelah 15 bulan bekerja, Xaverius akhirnya meninggalkan Maluku dan berlanjut ke Jepang karena melihat sebuah peluang di sana. Karena Xaverius dikenal sangat bersahabat, saat keberangkatannya banyak masyarakat Maluku yang menyayangkannya dan menjadi sedih, bahkan sultan Hairun mudapun ikut merasakannya.



[1]. Thomas Van den End, Harta dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm. 204-205
[2]Dr. Th. Van den End, Ragi Carita I Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm. 19
[3]. Ibid.
[4] . Ibid.  hlm. 28
[5] . Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hlm. 96
[6] . Thomas Van den End, Harta dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm. 205
[7]. Ibid. hlm. 212
[8] . Dr. Klaus Wetzel, Kompendium Sejarah Gereja Asia, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), hlm. 143
[9]. Dr. Th. Van den End, Ragi Carita I Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) hlm. 55
[10]. Ibid.
[11]. Ibid. hlm. 56-57
[12]. Thomas Van den End, Harta dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm. 207
[13]. Op. Cit. hlm. 50

Jumat, 17 April 2015

Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam

I.       PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang
Sebelum mengetahui sejarah perjumpaan Gereja dan Islam, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu latar belakangnya yang dimulai pada abad V. Dalam sejarah gereja abad V, gereja dihadapkan pada hambatan dikarenakan pertikaian yang membahas tentang kedua tabiat Kristus. Terdapat dua tokoh yang bertikai, yakni Nestorius dan Cyrillus[1]. Pokok persoalannya adalah mengenai bagaimana hubungan erat antara kemanusiaan Kristus dan juga keillahiannya. Nestorius berpendapat bahwa hubungan tabiat Kristus itu tidak dapat bersatu sampai kapanpun (duofisit). Sedangkan lawannya yaitu Cyrillus berpendapat sebaliknya, ia menganggap bahwa hubungan tabiat Kristus itu tidak dapat dipisahkan (monofisit)[2]. Dari pertikaian beda pendapat ini akhirnya gereja mengadakan konsili Chalcedon. Hasil dari konsili tersebut Nestorius dinyatakan sesat dan akhirnya memilih memisahkan diri dari gereja dan mendirikan gerejanya sendiri (Nestorian) di Persia. Dalam mengabarkan injil, gereja Nestorian bisa dibilang berhasil berkembang dengan baik. Kegiatan pekabaran injil oleh gereja Nestorian sendiri meliputi seluruh Asia. Orang-orang Kristen ini diketahu telah menyebarkan injil ke Arabia, India, Asia Tengah, dan Tiongkok. Dalam menyebarkan injil, orang-orang Nestorian mengikuti sebuah jalur perdagangan yang menghubungkan wilayah Cina dan India yang biasa disebut sebagai “jalan sutra[3]”. Muhammad yang merupakan pelopor dari agama Islam diketahui pada waktu itu sering pergi berdagang melewati jalan sutra tersebut dan di sana ia bertemu serta berkenalan dengan agama Kristen, inilah yang menjadi latar belakang perjumpaan Gereja dan Islam.


b.    Batasan Permasalahan
Penulis akan menjelaskan tentang sejarah perjumpaan Gereja dan Islam yang akan dimulai dari sejarah berkembangnya Islam, namun mengingat banyaknya peristiwa yang terjadi, maka penulis akan membatasi pembahasan dan akan lebih mendalam pada sejarah perkembangan Islam, tantangan Gereja di masa kejayaan Islam, dan beberapa tokoh gereja di masa kejayaan Islam.



II. PERJUMPAAN GEREJA dan ISLAM

A.    Berkembangnya Islam
Sekitar tahun 600 M perluasan kekristenan melalui pekabaran injil mulai terlihat meningkat dan membaik. Keruntuhan kekaisaran Romawi bagian barat yang diakibatkan penjajahan oleh bangsa Jerman tidak membuat gereja menjadi goyah, bahkan bangsa yang menjajah (Jerman) itupun masih bisa diinjili. Kekaisaran Romawi timur yang dikenal sebagai kerajaan Byzantin juga masih terlihat kuat dengan tingkat perdaban Kristen Ortodoks yang tinggi. Gereja Nestorian yang mengenal paham duofisit dianggap sebagai kaum minoritas di Persia mulai bersemangat pula dalam mengabarkan injil ke arah timur. Namun sesudah tahun 600 M, muncullah agama Islam di Arabia. Kedatangan Islam mengubah keadaan yang ada. Perkembangan Islam mengalami kemajuan yang lebih pesat hingga dalam waktu singkat perkembangan Islam sudah setara dengan luasnya wilayah pekabaran injil. Gerejapun menjadi berkurang drastis dan lebih memilih mengambil sikap bertahan daripada berkembang[4].
Seorang tokoh bernama Muhammad yang lahir di Mekkah ± 570 M, dikenal sebagai pelopor penyiaran ajaran Islam pada saat itu. Banyaknya kesulitan semasa mudanya, menjadikannya pemerhati janda-janda dan anak-anak yatim. Suatu ketika ia menikah dengan seorang janda kaya bernama Khadijah yang memiliki suatu kafilah yang nantinya dikelola Muhammad. Pada tahun 610, Muhammad menyerukan untuk meninggalkan kepercayaan dan ritual-ritual animistis kepada penduduk di Mekkah agar hanya menyembah kepada Tuhan yang Maha Esa[5]. Baginya, tidak mudah untuk bisa diterima sebagai nabi. Iapun harus menghadapi banyak tantangan. Pada tahun 622 Muhammad beserta keluarganya “hijra” (migrasi) ke Medina (Yatrib) dan membentuk umat Islam di sana. Cara Muhammad menguasai jazirah Arab adalah dengan memadukan jalan peperangan dan diplomasi, pada tahun 630 ia diakui sebagai pemimpin rohani dan politik di Arab. Pada tahun 632 Muhammad wafat[6].
Agama Islam mengenal konsep “jihad” yang berarti berjuang di jalan Allah. Menurut Alquran, orang yang tewas atau mati syahid saat melakukan jihad akan mendapatkan kemuliaan di surga. Pada saat itu bangsa Arab terdiri dari suku-suku nomaden yang memiliki unta dan kuda yang terkenal tangkas, mereka juga dikenal berwatak keras dan senang berperang. Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor mengapa bangsa Arab sering merebut negara-negara besar. Dua negara yang berkuasa pada waktu itu adalah Roma dan Persia, dengan tingkat peradaban tinggi dan memiliki sejumlah kota-kota indah, tidak heran orang Arab berminat memilikinya. Pada masa itu kekaisaran Byzantin dan Persia mudah diserang karena pengaruh perang antar kedua wilayah tersebut yang terjadi sekitar tahun 604 sampai 630.
Para panglima termasyur Arab memimpin bangsanya untuk menyerang negara-negara di sekitarnya. Dimulai dari Byzantin, bangsa Arab berhasil menundukkan kota Damaskus pada tahun 635, seluruh negara Siria pada tahun 636, dan kota Yerusalem pada tahun 638. Selanjutnya kota Alexandria dan seluruh Mesir dikuasai pada tahun 642, kemudian pada tahun 651 kekaisaran Persia juga ikut ditaklukkan dan dijadikan negara Arab dangan ibukota Baghdad. Di bawah kalifah dinasti Abbasiah nantinya negara-negara tersebut terkenal sebagai negara Arab terkuat. Namun ketika bangsa Arab menyerang ibukota Byzantin yaitu Konstantinopel, mereka berhasil dipukul mundur oleh tentara kaisar Leo.
Tidak berselang lama, kesatuan bangsa Arab akhirnya mulai goyah. Tiga dari empat orang yang dianggap khalifah pertamapun mati dibunuh. Islam terpecah menjadi dua golongan yaitu golongan kaum Suni yang dikenal sebagai Islam ortodoks dan menerima keempat Khalifah  pertama sebagai pengganti nabi Muhammad yang sah. Dan juga golongan Shia, yang menerima Ali, menantu Muhammad, dan imam-imam sebagai pengganti Muhammad yang sah[7]. Dari situ perang-perang dahsyat antar bangsa Arab akhirnya pecah. Namun tidak lama berselang, Islam yang terpecah tadi kembali menyatukan kekuatan dalam menghadapi daerah-daerah yang hendak direbutnya. Dibawah pemerintahan khalifah dinasti Ummayah[8], kekuasaan Islam makin meluas dan berkembang hingga ke arah barat di Afrika utara. Sekitar tahun 711 tentara Arab kembali menyerang dan dengan cepat berhasil menduduki Spanyol. Mereka juga memasuki Perancis, namun Karel Martel yang merupakan Raja Perancis berhasil memukul mundur tentara Arab dalam pertempuran di Tours pada tahun 732, dan menetapkan kekuasaan Arab hanya sampai di pegunungan Pyrene. Hanya dalam seabad, kekuasaan Islam telah berhasil menaklukkan seluruh wilayah kekristenan, Afrika dan Asia. Di abad 10, dapat dijumpai tiga kekaisaran Islam yaitu di Asia, Eropa, dan di Afrika Utara yang dari situ dapat dilihat bahwa perkembangan gereja menjadi tidak terarah dan kandas.

B.     Persamaan dan Perbedaan Kristen-Islam
Pada dasarnya Kristen dan Islam merupakan dua agama yang memiliki beberapa persamaan dan juga beberapa perbedaan yang cukup mencolok. Persamaan antara Kristen dan Islam adalah keduanya merupakan agama yang berakar dari bangsa dan budaya semit, keduanya juga merupakan agama yang menganut paham percaya akan satu Tuhan yang Esa atau biasa disebut monoteisme. Allah disebut Elohim dalam bahasa Ibrani bagi Kristen, dan Islam menyebut “Allaha” dalam bahasa Siria dan menjadi “Allah” dalam bahasa Arab. Kedua agama ini juga meyakini bahwa Tuhan Allah adalah pencipta segala yang ada, hakim atas segala yang hidup dan yang mati dan juga Allah Abraham.
Perbedaan yang mendasar atas kedua agama ini adalah, bagi orang Kristen, Yesus adalah anak Allah yang merupakan jalan satu-satunya menuju ke Bapa (Allah). Namun bagi orang Islam, gelar “anak Allah” yang diberikan kepada Yesus merupakan suatu wujud penghujatan kepada Allah yang Maha Esa. Muhammad sendiri memandang Isa (Yesus) sebagai seorang nabi yang luar biasa dan memiliki banyak gelar mulia, tetapi Muhammad menyangkal bahwa Isa di salibkan. Bagi Islam, Muhammad merupaka seorang nabi terakhir yang terbesar dan termulia. Bagi orang Kristen kanon Firman Tuhan diakhiri dengan PB, sedangkan bagi Islam wahyu Allah yang terakhir adalah Alquran. Muhammad juga memberikan gelar “Ahlul Kitab” (people of the book) kepada orang-orang Yahudi dan Kristen, hal ini dikarenakan mereka memiliki sebagian dari Firman Tuhan.

C.    Tantangan Gereja di masa Islam berjaya
Semasa Muhammad berhasil merebut Arab, suku-suku Arab akhirnya mengakui Muhammad sebagai rasulnya dan membuat perjanjian menganut agama Islam. Di Yaman, orang-orang Kristen tidak diharuskan  memeluk agama Islam asalkan mereka membayar pajak sebagai bentuk toleransi Muhammad dan juga mengakui kekuasaan tertinggi dalam negara tersebut yaitu Islam. Hal ini juga berlaku di seluruh negara-negara yang dikuasainya. Namun terdapat pengecualian terhadap orang-orang yang menganut paham animisme yang biasa disebutnya sebagai kafir, mereka diwajibkan masuk Islam. Para khalifah yang merupakan pengganti Muhammad pada akhirnya juga ikut melanjutkan kebijakan toleransi ini. Di Armenia yang diketahui terdapat sebuah kerajaan Kristen tunduk pada peraturan itu dan masih diberi kuasa otonomi sebagai negara Kristen yang menganut paham monofisit. Suku-suku Arab yang pada saat itu sudah memeluk agama Yahudi atau Kristen terpaksa harus masuk Islam, namun terdapat satu suku yang mendapat pengecualian yaitu suku Taghlib yang mayoritas merupakan Kristen Nestorian, mereka diperbolehkan untuk tetap mempertahankan imannya asalkan membayar pajak yang cukup tinggi. Desakan membayar pajak yang tinggi mengakibatkan banyak orang Kristen menjadi murtad dan memilih masuk Islam, hal ini mengundang gereja Nestorian untuk mengirim surat kepada orang-orang yang murtad tersebut sebagai bentuk ejekan atas iman mereka yang mudah goyah hanya karena pajak.
Umar I adalah seorang khalifah ke dua, membuat persetujuan dengan beberapa kota yang berpenduduk mayoritas orang Kristen. Persetujuan tersebut dikenal dengan nama “perjanjian Umar”. Pada saat itu keadaan orang-orang Kristen yang berada di negara-negara Islam mengalami diskriminasi. Mereka diperbolehkan memiliki gedung-gedung gereja  yang sudah ada sebelumnya namun tidak diperbolehkan membangung gedung gereja yang baru. Selanjutnya orang Kristen juga tidak diperkenankan mencela agama Islam, tidak diperbolehkan menikahi orang yang beragama Islam, serta tidak diperbolehkan memberitakan Injil kepada orang Islam, dan apabila semua hal itu dilanggar maka semua hartanya akan dirampas serta hukuman mati menjadi ancamannya. Akibat dari peraturan-peraturan tersebut pertumbuhan gereja di negeri-negeri yang dikuasai Islampun menjadi kandas, dan juga hanya sedikit saja orang yang memilih untuk masuk Kristen.
Mamasuki abad ke 8, atas perjanjian Umar yang berisi peraturan-peraturan yang sudah ada sebelumnya kemudian ditambah lagi peraturan-peraturan baru yang lebih memalukan, misalnya; orang-orang Kristen tidak diperbolehkan berjalan di tengah jalan dan juga duduk di tempat pertemuan umum, selain itu juga orang-orang Kristen diwajibkan mengenakan pakaian khusus dan memakai sepotong kain kuning kecil di luar pakaiannya sebagai tanda bahwa orang yang mengenakan benda tersebut merupakan orang Kristen. Orang-orang Kristen juga tidak diperbolehkan bekerja di bagian kemiliteran, tetapi sebagai gantinya mereka di wajibkan menanggung beban pajak yang cukup berat. Pajak tersebut dipakai untuk upah tentara dan pasukan-pasukan yang melindungi negara Islam. Pajak tanah tetap diberlakukan bagi semua golongan agama yang ada, tetapi dibeberapa daerah pajak tersebut dinaikkan buat orang yang bukan Islam. Orang-orang Kristen menjadi warga negara kelas dua di negeri-negeri Islam. Dari tekanan-tekanan dibidang ekonomi tersebut banyak orang Kristen menjadi murtad.
Memasuki pemerintahan khalifah Umar II sekitar tahun 717-720, banyak orang-orang Kristen yang berbondong-bondong masuk Islam. Hal ini dikarenakan Umar II menghapuskan diskriminasi dan pajak tanah yang tinggi terhadap orang-orang yang bukan Islam, namun sebelum menikmati penghapusan diskriminasi tersebut orang-orang yang bukan Islam harus masuk Islam terlebih dahulu. Akibat dari kebijakan khalifah Umar II itu mempengaruhi sistem keuangan negara yang mulai merosot drastis, hingga akhirnya kebijakan tersebut tidak diteruskan.Lambat laun persoalan mengenai status dan kedudukan orang-orang Kristen yang berada di negara Islam mulai terpecahkan. Dengan mengikuti kebiasaan yang sudah berlaku lama di Persia, orang-orang Kristen digolongkan sebagai “dhimmi[9]” di tengah masyarakat Islam. Yang menjadi dhimmi pada saat itu adalah; umat dari gereja Koptik, Ortodoks, Nestorian, dan juga umat Yahudi. Orang-orang Kristen akhirnya terlepas dari undang-undang negara khalifat dan memiliki hukum undang-undang tersendiri. Pada saat itu uskup atau katolikos menjadi kepala dan pengontrol bagi orang-orang Kristen tersebut. Atas kebijakan tersebut pemimpin gereja memiliki pekerjaan rangkap yaitu sebagai hakim, pemungut pajak, dan gubernur. Meskipun sudah diberlakukannya kebijakan tersebut, umat Kristen masih tetap diasingkan sebagai golongan yang tidak berkepentingan banyak dalam negara Islam. Katolikos menjadi tunduk pada pemerintah dikarenakan lebih mementingkan keamanan daripada harus mengabarkan Injil. Memasuki tahun 750, dalam sistem pemerintahan dinasti Abbasiah[10], Islam mulai terlihat menganut agamanya dengan lebih agresif. Pada saat itu gedung-gedung gereja banyak yang dihancurkan dan peraturan-peraturan anti-Kristen mulai diberlakukan.
Tidak hanya dari pihak Islam, gereja juga mengalami tantangan dari dalam diri gereja itu sendiri terutama pada gereja Nestorian. Dalam sebuah buku sejarah yang ditulis oleh Tomas, seorang Uskup Marga, pada abad ke-9 terjadi sebuah korupsi dalam hirearki gereja. Contohnya pada penyalahgunaan uang gereja dan sogokan untuk sebuah jabatan dalam gereja. Tidak hanya itu, terdapat juga kasus lain dimana rahib-rahib kawin secara sembunyi-sembunyi dan juga kasus dimana rahib melawan terhadap kepala biara. Meskipun banyak mendapati tantangan gereja masih tetap terlihat berkecukupan.

D.    Tokoh Gereja di masa Kekuasaan Islam
Meskipun diketahui dalam diri gereja semasa Islam berjaya banyak mendapatkan tantangan dan hambatan, namun dapat ditemukan juga beberapa tokoh gereja yang cukup mempengaruhi kekristenan dimasa itu, seperti; Yohannes dari Damaskus (675-749)[11], ia merupakan anak dari seorang bendaharawan khalifah yang diangkat menjadi sekretaris khalifah Abd al-Malik. Sekitar tahun 726 ia mundur dari jabatannya dan memilih masuk ke biara di Yerusalem bernama Mar Saba. Di biara tersebut ia bekerja mengarang beberapa buku yang berpengaruh atas perkembangan teologi gereja Ortodoks Timur. Dalam karyanya ia memperingatkan kepada orang Kristen untuk tetap selalu mempertahankan imannya meskipun dibeberapa negara orang Kristen dianggap sebagai dhimmi. Ia juga menyatakan Islam sebagai ajaran sesat dari keturunan Ismael. Yohannes sendiri memfokuskan diri kepada perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam Islam dan Kristen seperti pada ajaran Kristologi dan ajaran mengenai Kristus.
Selain Yohannes dari Damaskus, terdapat lagi seorang tokoh Kristen dari gereja Nestorian. Timotius I (±728-823)[12] seorang pemimpin gereja tersohor di Persia. Sekitar tahun 781 ia diundang dalam perdebatan agama oleh seorang khalifah Al-mahdi. Beberapa pertanyaan yang diberikan oleh sang khalifah antara lain yaitu mengenai siapa yang memberikan Injil kepada orang Kristen, apakah mungkin Allah dapat memperoleh anak dari seorang wanita, serta tanggapannya mengenai Muhammad. Jawaban yang diberikan oleh Timotius atas pertanyaan sang khalifah terlihat cukup halus, seperti dalam menjawab tanggapannya mengenai Muhammad. Ia menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang yang berjalan di jalan para nabi dan mengasihi Tuhan, namun ia tidak secara gamblang menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang nabi. Timotius diketahui berusaha sebagai pendorong perkembangan gereja. Bahkan berkat palayanannya ia sempat mentahbiskan seorang uskup di daerah Yaman yang pada masa itu telah dikuasai Islam. Empat puluh tahun Timotius memimpin menjadi puncak dalam usaha gereja Nestorian dalam mengutus para missionarisnya ke luar negeri.








III. KESIMPULAN 
Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa gereja sempat berkembang sangat pesat di beberapa negara, bahkan Kristen sempat menjadi agama resmi dalam suatu negara, namun setelah masuknya Islam, kekristenan mulai terlihat semakin merosot dan bahkan diketahui hampir hilang di beberapa daerah dimasa itu. Hal ini diakibatkan tidak lain karena tekanan-tekanan dan hambatan hebat yang diberikan Islam kepada orang-orang Kristen. Akibat dari penghambatan tersebut, pihak gereja lebih memilih bertahan daripada menyebarkan Injil. Di beberapa negara yang dikuasai Islam, kehidupan orang-orang Kristen menjadi sangat tidak makmur. Hal ini diakibatkan sering terjadinya tindakkan diskriminasi terhadap orang-orang Kristen, mulai dari pajak yang tinggi, larangan menginjil, hingga ancaman hukuman mati atas orang-orang Kristen. Bahkan memasuki pemerintahan dinasti Abbasiah dikeluarkanlah peraturan-peraturan anti-Kristen lainnya. Tidak hanya dari pihak Islam, hambatan juga datang dari dalam diri gereja itu sendiri. Dalam diri gereja terjadi kasus korupsi dan suap jabatan, selain itu kasus dimana rahib-rahib kawin secara sembunyi-sembunyi dan kasus rahib yang melawan terhadap kepala biara sempat terjadi dimasa itu. Kendatipun mendapati banyak tantangan dalam diri gereja dimasa perintahan Islam juga terdapat beberapa tokoh yang sempat berpengaruh atas gereja dimasa itu, seperti; Yohannes dari Damaskus yang terkenal sebagai seorang penulis buku yang nantinya mempengaruhi perkembangan teologi gereja Ortodoks Timur. Selain Yohannes dari Damaskus terdapat seorang lagi tokoh yang juga ikut mempengaruhi gereja di zaman itu, ia adalah seorang tokoh gereja Nestorian bernama Timotius I (±728-823). Timotius diketahui pernah mentahbiskan seorang uskup di daerah kekuasaan Islam (Yaman). Selama empat puluh tahun memimpin menjadi puncak usaha gereja Nestorian dalam mengutus missionarisnya.




[1]. Thomas Van den End, Harta Dalam Bejana : Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012), hlm. 71
[2]. Ibid.
3. Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hlm. 13
[4]. Ibid. hlm. 61
[5]. Ibid. hlm. 62
[6]. Dr. Th. Van den End & Dr. Christiaan de Jonge, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1997), hlm. 18
[7]. Op.Cit. hlm. 63
[8]. Anton Wessels, Arab dan Kristen : Gereja-gereja Kristen di Timur Tengah, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001), hlm. 184
[9]. Thomas Van den End, Harta Dalam Bejana : Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012), hlm. 110
[10]. Op.Cit. hlm. 187
[11]. Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hlm. 69
[12]. Ibid.

Ringkasan Sejarah Gereja di Asia

I.      Gereja di Asia (Zaman PB – Abad 13 M)
Awal perjalanan Gereja mula-mula dimulai dari peristiwa pentakosta. Kemudian dilanjutkan dengan khotbah pertama Petrus di serambi Salomo yang membuat sekitar 3000 orang pendengar memilih menjadi pengikut Kristus. Setelah itu benih-benih Gereja tersebut mulai disebut “Kristen” untuk pertama kalinya di Antiokhia (Kis 11:26). Sejarah permulaan Gereja dapat ditemui di sepanjang kitab Kisah para Rasul yang menggambarkan perjalanan Gereja mula-mula. Pada awalnya pemimpin Gereja mula-mula ialah para murid Yesus yakni para Rasul. Setelah zaman murid Yesus tersebut berakhir sekitar tahun 70-140 M terjadilah banyak perubahan dan perkembangan dalam Gereja. Misalnya dalam hal kepemimpinan, setelah zaman para Rasul, kepemimpinan beralih ke nabi-nabi atau pengajar-pengajar yang memiliki karunia (orang-orang berkharisma), lalu ke penatua (presbiter) dan kemudian uskup (episkopos)[1].
Saat itu kekristenan terbagi atas dua yakni Kristen Yahudi yang masih berpokok pada Taurat dan Kristen Helenis yang merupakan Kristen percampuran budaya yang dipelopori oleh Paulus. Dalam perjalanan Gereja mula-mula, Gereja tersebut diketahui mengalami banyak hambatan dan tantangan dalam perkembangannya. Hambatan tersebut antara lain datang dari pemeluk Kristen Yahudi yang memiliki perbedaan pandangan teologi dengan Kristen Helenis yang dipelopori rasul Paulus itu. Selain dari Kristen Yahudi, Gereja mula-mula juga di perhadapkan dengan adanya penganiayaan yang hebat dari pihak pemerintahan kekaisaran Roma. Saat itu orang-orang Kristen dikejar-kejar dan hendak dibunuh apabila tidak mau menyembah kaisar yang berkuasa di masa itu. Namun meskipun mndapati banyak tantangan, Greja tetap berusaha untuk berkembang dan tidak takut akan tantangan selanjutnya yang akan terjadi.
Sekitar tahun 64 M terjadi peristiwa terbakarnya kota Roma. Pada peristiwa tersebut orang-orang Kristen mendapat fitnah sebagai pelaku pembakaran tersebut, padahal sesungguhnya pelakunya ialah Kaisar Nero yang berencana mengubah kota Roma sebagai kota metropolitan[2]. Akibat dari peristiwa tersebut orang-orang Kristen mendapati penganiayaan dan terpaksa harus diusir keluar kota Roma. Dalam perjalanan Gereja mula-mula terdapat istilah martyr yang berarti orang-orang yang rela mati demi mempertahankan imannya. Dari martyr inilah Gereja mula-mula menjadi semakin bersemangat untuk tetap berkembang. Memasuki tahun 70 M terjadi lagi suatu peritiwa besar yang mempengaruhi perkembangan Kristen yakni peristiwa hancurnya kota Yerusalem yang dipelopori oleh tokoh bernama Titus. Dampak dari peristiwa tersebut, kekristenan Yahudi menjadi semakin merosot. Namun dibalik itu Kristen Helenis justru semakin berkembang di berbagai daerah seperti; Siria, Asia kecil, Mesopotamia, Mesir, Italia dan Yunani[3].

Memasuki abad ke II, Gereja yang pada awalnya berjumlah sedikit sudah mulai bertambah banyak dan meluas di berbagai daerah  sehingga menjadi agama yang besar. Saat itu Gereja mulai berjumpa dengan berbagai corak kebudayaan, agama lain, dan beberapa ilmu filsafat. Dari perjumpaan itu tidak sedikit ditemui bberapa ajaran-ajaran sesat yang sempat menjadi penghambat kekristenan. Beberapa ajaran tersebut seperti Gnostik yang dalam ajarannya menyinggung pokok asal muasal dunia, tabiat manusia, dan asal mula kejahatan[4]. Kemudian Marcion yang pokok ajarannya menekankan tentang keselamatan yang hanya dapat diperoleh oleh iman kita kepada Yesus Kristus saja[5]. Ajaran ini secara mentah-mentah menolak Perjanjian Lama karena menganggap Allah dalam Perjanjian Lama adalah Allah yang kejam. Lalu ada pula Montanisme, dipelopori oleh Montanus dan dibantu dua orang temannya yakni Priscilla dan Maximilla yang dalam pokok ajarannya ingin menghidupkan kembali parousia yang dilihatnya mulai memudar[6]. Gerakan ini juga bernubuat bahwa Yerusalem baru akan didirikan di Pepuza.
Di abad ini dalam perkembangan kekristenan, terdapat tokoh yang cukup penting dan berpengaruh dalam Gereja. Salah satunya ialah Yustinus Martyr yang merupakan seorang teolog pertama yang berusaha menguraikan iman Kristen secara ilmiah. Ia mengajarkan agama Kristen dengan mengadopsi filsafat Stoa yaitu wawasan logos yang diterjemahkan sebagai Firman, Akal, dan Pikiran. Yustinus mengakui bahwa Allah yang tidak dikenal itu telah memperkenalkan diri dengan mengutus AnakNya ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Selain mengajar ia juga membuat kerya tulis yang berjudul Apology yang ditujukannya kepada kaisar Antoninus Pius yang menyinggung bahwa penyiksaan yang dilakukan penguasa Romawi terhadap orang-orang Kristen adalah salah. Sebaliknya, mereka seharusnya bergabung dengan orang Kristen untuk menunjukkan kepalsuan sistem penyembahan dewa-dewa yang pada saat itu juga marak terjadi.
Tokoh lainnya yang juga mempengaruhi Gereja ialah Polycarpus[7] yang mati sebagai martyr di Smirna sekitar tahun 156 karena menolak menyembah pada kaisar dan dewa-dewi yang disembahnya. Tokoh selanjutnya ialah Irenaeus yang pada tahun 177 menjadi uskup di Lyons, Irenaeus adalah orang yang mempelajari ajaran yang dianggap sesat yaitu Gnostik lalu kemudian melawan ajaran tersebut karena dianggap bertolak belakang dari ajaran Kristen yang sebenarnya. Dan tokoh berikutnya ialah Tertulianus yang pada tahun 196 menuliskan banyak karya sehingga ia digelari bapak teolog Latin.

Di abad ke III, lagi-lagi Gereja diperhadapkan dengan penganiayaan yang masih dalancarkan oleh kekaisaran Romawi. Dari penganiayaan tersebut muncullah golongan apologet, yakni golongan yang berusaha membela iman Kristen. Salah satu tokoh yang masuk dalam golongan ini adalah Origenes. Ia dikenal juga sebagai penulis, ia mulai menulis pada tahun 205 yang dalam penulisannya bertujuan untuk membela ajaran iman Kristen. Selain Origenes terdapat juga Cyprianus yang merupakan uskup dari Kartago yang menulis karya berjudul “On the Unity of the Church” (Persatuan di dalam Gereja). Karena ia menolak melakukan persembahan korban bagi dewa-dewa kafir, Cyprianus harus menerima siksaan dari kekaisaran dan mati dipenggal pada tahun 258.
Sekitar tahun 250, ketika berada dalam pemerintahan kaisar Decius, penganiayaan terhadap kekristenan terus berlanjut dan makin menjadi-jadi. Saat itu kaisar Decius menyuruh membunuh umat Kristen terutama para uskup dengan maksud agar jemaat yang ada dalam Gereja kehilangan pemimpinnya sehingga Gereja tersebut perlahan-lahan menghilang. Akan tetapi cara yang digunakan kaisar Decius ini tampaknya kurang berhasil karena umat Kristen tetap tidak jera untuk tetap mempertahankan imannya sebagai pembela Kristus.
Pada tahun 270 seorang tokoh bernama Antonius meninggalkan seluruh harta bendanya dan memilih untuk hidup sebagai pertapa yang menjadi latar belakang dari kerahiban. Gerakan pertapaan yang dilakukan Antonius ini menekankan kehidupan suci dan sederhana yang dalam hidupnya harus disertai dengan tindakan askese dengan menjauhi hal-hal yang berhubungan dengan duniawi.

Memasuki abad ke IV, negara akhirnya mengakui kekalahannya pada Gereja karena tidak berhasil memusnahkannya. Hal ini menjadi awal yang baik bagi Gereja itu sendiri dan akhirnya Gereja mendapatkan pengakuan serta dukungan penuh oleh negara. Hal tersebut terjadi ketika kaisar Konstantinus Agung berkuasa. Kaisar Konstantinus sendiri bertobat dan mulai menerima iman Kristen sekitar tahun 312. Pada tahun 313 kaisar Konstantinus mengeluarkan Edik Milano. Karena sudah mendapatkan pengakuan serta dukungan penuh atas Gereja, tidak menunggu waktu yang lama akhirnya Gereja menjadi agama resmi di kerajaan Romawi. Gerejapun menjadi kaya karena negara menyokong dan memberi bantuan sepenuhnya atas Gereja. Selain kaya, Gereja juga menjadi semakin penuh akan jemaat karena banyak orang masuk Kristen dan diantaranya ada orang-orang yang tadinya murtad kembali memeluk agama Kristen.
Di abad ke IV ini Gereja di perhadapkan pada beberapa persoalan baru yang dimulai dari turunnya semangat yang dulu berkobar-kobar ketika masih di masa penganiayaan. Gereja diwarnai dengan kesuraman karena ada banyak orang yang berlomba-lomba menjadi Kristen hanya untuk mendpatkan penghormatan dan pangkat semata. Hal tersebut akhirnya memicu beberapa orang yang tidak menyukai suasana Gereja tersebut untuk melakukan askese. Kegiatan tersebutpun berlanjut sampai pada berdirinya kaum cluny. Selain itu ancaman serius lain juga muncul seperti caesaropapisme yakni raja-raja memandang diri sebagai kepala Gereja. Ancaman lainnya juga muncul dari ajaran sesat baru bernama arianisme[8] yang dipelopori oleh Arius yang seorang imam di Alexandria yang beranggapan bahwa Kristus adalah makhluk pertama yang termulia dari segala manusia sehingga boleh dianggap sebagai Allah tetapi meskipun begitu Dia bukanlah Allah yang sesungguhnya. Atas pemahaman ajaran sesat tersebut, kaisar Konstantinuspun turun tangan dengan mengadakan konsili. Masalah tersebut dibahas bersamaan dengan penetapan pengakuan iman (credo) dan diputuskan pada Konsili Nicea[9] (325) dan Konsili Konstantinopel[10] (381) yang hasilnya membuat aliran arianisme tersebut berakhir.
Di abad ke IV ini juga, terdapat tokoh penting yang ikut berperan dalam perkembangan Gereja seperti Athanasius yang pada tahun 367 menuliskan surat-surat paskah yang di dalamnya berisi kitab perjanjian baru yang dikanonkan untuk pertama kalinya. Pada tahun 387, seorang uskup bernama Augustinus menjadi Kristen sepenuhnya setelah meninggalkan ajaran lamanya yaitu manikheisme[11]. Ia terkenal dengan tulisannya dengan judul Buku Pengakuan (Confessionum) dan juga Kota Allah (De Civitate Dei).

Perjalanan Gereja di abad ke V selanjutnya diwali dengan beberapa karya yang berhasil diselesaikan oleh beberapa tokoh. Shopronius Eusibius Hieronimus salah satunya. Ia merupakan asisten dari Damasius seorang uskup di Roma yang menjabat sekitar tahun 366-385, ia berhasil menyelesaikan terjemahan Alkitab kedalam bahasa Latin yang disebut dengan Vulgata pada tahun 405[12]. Selanjutnya ada Patrick yang merupakan bekas budak di Irlandia. Ia berhasil menjalankan misinya sebagai pekabar Injil di negara dimana dulunya ia menjadi budak pada tahun 432, selain itu ia juga berhasil membuat sekitar 120.000 orang menjadi Kristen dan mendirikan sekitar 300 Gereja[13].
Di abad ke V, Gereja juga tidak luput dengan permasalahan baru. Saat itu Gereja diperhadapkan pada pertikaian yang menarik dua tokoh yaitu Nestorius dan Cyrillus yang disebabkan oleh perbedaan pendapat mengenai dua tabiat Kristus. Belum selesai sampai disitu, terjadi lagi pertikaian yang diakibatkan Nestorius karena memberi gelar kristotokos kepada Maria Ibu Yesus. Untuk menyelesaikan masalah ini akhirnya kaisar menyusun konsili yang berlangsung di Efesus (431) yang berakibat dipecatnya Nestorius dari keuskupan dan atas pahamnya tersebut ia dinyatakan sesat oleh Gereja. Konsili berikutnya adalah konsili Chalcedon (451) yang keputusannya berakibat perpecahan pada gereja yang ada dalam kekaisaran Romawi yaitu gereja timur Monofisit (Cyrillus) dan barat Nestorian (Nestorius)[14]. Dari gereja yang terpisah ini sebenarnya sudah sejak lama terlihat corak perbedaannya, yaitu; pada gereja monofisit (meliputi gereja Ortodoks timur dan gereja lainnya) masih menggunakan sistem episkopal dan teologi yang dipakai adalah dari teologi Irenaeus, Athanasius, dan Cyrillus yang pokok teologinya mengenai kefanaan manusia. Sedangkan pada gereja Nestorian (meliputi gereja katolik Roma dan gereja reformasi (protestan)) menggunakan sistem sebaliknya yaitu keuskupan ada di bawah Paus dan dalam protestan sistem tersebut sudah ditiadakan. Teologi yang digunakannya pun berbeda, yaitu teologi Tertullianus dan Augustinus yang teologinya mengenai dosa dan rahmat Tuhan. Selanjutnya perbedaan juga terlihat dari cara kedua gereja tersebut dalam masyarakat dan negara.
Didalam gereja yang berpisah tadi, terdapat tokoh yang banyak mempengaruhi gereja serta menginspirasi banyak orang awam. Tokoh tersebut ialah Ambrosius yang mewakili pemikiran barat tentang hubungan gereja dan kenegaraan, selain Ambrosius terdapat tokoh lain lagi yaitu Augustinus yang seorang bapak gereja termasyur karena membantah ajaran-ajaran sesat dan terkenal akan karyanya yang berjudul De Civitate Dei yang menginspirasi orang banyak termasuk Luther dan Calvin.

Memasuki abad ke VI, kekristenan dalam Gereja yang terpisah tadi mulai mengambil jalannya masing-masing. Dalam Gereja barat misalnya di abad tersebut sekitar tahun 529 berdirilah sebuah ordo untuk pertama kalinya. Ordo tersebut bernama Ordo Benedictin, diambil dari nama pelopornya yaitu Benedictus dari Nursia. Ordo ini menuntut tiga janji bagi para pengikutnya yaitu; kemiskinan, kesucian (kesucian kelamin), dan ketaatan. Gerakan ini semakin lama semakin berkembang dan menyebar hingga ke Italia dan Perancis. Gerakan ini juga memiliki andil besar dalam sejarah Gereja barat karena aturan dalam gerakan ini dipakai oleh hampir semua biara, dan mulai dari saat itu kehidupan kekristenan dalam Gereja barat berpusat pada biara.
Sekitar tahun 590, seorang tokoh bernama Gregorius diangkat menjadi Paus. Pengkristenan paksa terhadap suku-suku di Jerman menjadi salah satu prestasinya. Selain itu Gregorius juga menjadi seorang perintis pembaharuan musik Gereja yang sampai sekarang dikenal sebagai musik Gregoriani. Ia juga di kenal sebagai orang yang menetapkan ajaran gereja tentang api penyucian dan dalam hal keselamatan, Gregorius berpendapat bahwa keselamatan kekal hanya dihasilkan oleh kerja sama dari rahmat Tuhan dengan jasa, amal, dan penitensia manusia.
Dalam Gereja bagian timur atau yang lebih dikenal dengan Kristen Nestorian yang tadinya memisahkan diri dari Gereja yang satu, mulai mencoba bangkit dengan mendirikan Gerejanya sendiri di Persia. Dalam mengabarkan Injil, Gereja Nestorian bisa dibilang berhasil berkembang dengan baik. Kegiatan pekabaran Injil oleh Gereja Nestorian sendiri meliputi seluruh Asia. Orang-orang Kristen ini diketahu telah menyebarkan Injil ke Arabia, India, Asia Tengah, dan Tiongkok. Dalam menyebarkan Injil, orang-orang Nestorian mengikuti sebuah jalur perdagangan yang menghubungkan wilayah Cina dengan India yang biasa disebut sebagai “jalan sutra”[15]. Melalui jalan sutra tersebut, Gereja Nestorian bertemu dengan seorang tokoh pelopor agama Islam yakni Muhammad, dan hal ini menjadi latar belakang perjumpaan awal Gereja dengan Islam. Hingga akhir abad ke VI, Gereja Nestorian tetap berusaha menunjukkan kemampuannya untuk terus mengabarkan Injil.

Memasuki abad ke VII, kekristenan mulai meluas dan pekabaran Injil kelihatan sudah mulai mapan di seluruh dunia. Gereja Barat dan Gereja Timur memiliki perkembangannya sendiri-sendiri. Dalam abad ini, Gereja Nestorian (Timur) yang berkembang di Asia mulai terancam perkembangannya dengan adanya agama Islam yang melakukan ekspansi-ekspansi ke berbagai negara yang mayoritas Kristen. Pada akhirnya kekristenan mulai terlihat semakin merosot dan bahkan diketahui hampir hilang di beberapa daerah di Asia pada masa itu. Hal ini diakibatkan karena tekanan-tekanan dan hambatan hebat yang diberikan Islam kepada orang-orang Kristen. Ada beberapa faktor mengapa Islam melakukan ekspansinya, yakni faktor agama, sosial, dan ekonomi. Akibat hambatan yang diberikan Islam juga membuat kehidupan orang-orang Kristen saat itu mulai berubah menjadi sangat tidak makmur karena Islam mendiskriminasinya. Tindakan diskriminasi orang-orang Islam kepada orang-orang Kristen dimasa itu mencakup faktor sosial dengan pengucilan terhadap orang Kristen, ekonomi dengan menaikkan pajak hanya kepada orang Kristen, dan agama dengan mengklaim agama Kristen berada dibawah Islam, bahkan orang Kristen dilarang menginjili orang Islam. Namun kendatipun mendapatkan diskriminasi, orang-orang Kristen juga mendapatkan sedikit saja toleransi dari orang Islam dengan memperbolehkan tinggal berdampingan. Pada akhirnya perluasan agama Islam yang cepat di abad ini menjadi tantangan besar bagi kekristenan di Asia, bahkan menjadi tantangan terbesar dalam sejarah Gereja sehingga kehidupan orang Kristen dalam negara yang dikuasai Islam tersebut lebih memilih untuk bertahan dari pada berkembang lagi hingga kini[16].
Umat Kristen dan Islam di Asia hidup berdampingan selama hampir beberapa abad lamanya meskipun umat Kristen sering dan masih mendapatkan tindakan diskriminasi. Di abad ke VIII, orang-orang Kristen yang tinggal berdampingan dengan Islam tersebut diberikan gelar “warga kelas dua” dalam lingkungannya[17]. Kehidupan yang tidak makmur itu masih terus berlanjut hingga akhirnya pada abad ke XI keadaan itu berubah dikarenakan terjadi perang salib yang mengakibatkan hancurnya hubungan Kristen dan Islam sampai sekarang. Ada berbagai latar belakang yang memicu terjadinya perang salib, salah satunya ialah pembunuhan raja Aragon di Spanyol oleh seorang muslim (1063), oleh sebab demikian Paus Alexander II mengerahkan orang-orang Kristen untuk merebut kembali sebagian daerah Spanyol yang berusaha dikuasai oleh Islam dan pada tahun 1085 pasukan Kristen berhasil merebut Kota Toledo dan sebagian wilayah Spanyol. Selain itu Yerusalem yang dianggap merupakan Kota Suci bagi umat Kristen pun telah di kuasai oleh Islam, dan dari sana tersiar kabar bahwa orang-orang Kristen yang melakukan ziarah di sana banyak mengalami penghambatan saat mengunjungi kota Yerusalem.
Akhirnya pada tahun 1095, Paus Urbanus II melancarkan perang salib pertama dengan mengumpulkan tentara sebanyak lebih dari seratus ribu orang. Dengan menguasai Yerusalem pada tahun 1099, perang salib pertamapun dimenangkan oleh tentara salib[18]. Perang salib kedua berlangsung pada tahun 1147-1149.  Perang salib ini merupakan reaksi atas jatuhnya kota Edessa ketangan pasukan Muslim yang kembali menyatukan kekuatannya, usaha perang salib kedua ini gagal dan mengakibatkan jatuhnya kembali Yerusalem ke tangan Islam yang dipimpin oleh Saladin pada tahun 1187. Jatuhnya Yerusalem ke tangan Islam tersebut memicu lagi terjadinya perang salib ke tiga. Pada saat itu Paus Innocentius menyerukan pembebasan Yerusalem kepada para pemimpin-pemimpin Eropa, dan atas imbauan ini Frederick Barbosa yang merupakan kaisar jerman bersama dan Richard I raja Inggris memimpin tentaranya untuk berangkat ke Yerusalem, tetapi usaha inipun gagal.
Perang salib keempat dipelopori oleh Paus Inocentius III. Perang salib ini di latar belakangi oleh jalur dagang yang sudah di kuasai Islam sejak abad ke X. Pada saat itu para pedagang Venesia merasa terganggu atas kehadiran  umat islam di jalur dagang tersebut, satu-satunya jalan yang dirasa cukup baik untuk mematahkan kekuasaan Islam di jalur dagang tersebut adalah dengan penyerangan langsung kepada Islam di Konstantinopel yang dimenangkan lagi oleh tentara salib. Di tahun 1212 terjadi perang salib “anak-anak”. Tentara Perancis bernama Steven memimpin anak-anak untuk menjadi tentara perang sebanyak 30.000 anak. Namun dalam perjalanan ke Yerusalem banyak anak-anak yang mati sia-sia dan  sisanya diangkut serta dijual sebagai budak di Mesir. Usaha perang salib ke lima ini mrupakan usaha kelam yang dilakukan oleh kekristenan pada masa itu.
Perang salib keenam dimulai tahun 1219 bertujuan menaklukan Mesir sebagai pusat kekuasaan Islam tetapi perang inipun gagal karena bala tentara kekurangan bantuan militer dari kaisar Jerman. Perang salib ketujuh dilancarkan oleh Frederick II pada tahun1228 dan hasil yang dicapai dari perang ini ialah perjanjian dengan Al-Kamil, yang berisi pengembalian hak-hak Kristen terhadap Yerusalem. Selama lima belas tahun Raja Frederick tinggal di Palestina dan bersahabat baik dengan kaum Muslim dan selama itu Frederick II menjadi raja atas Yerusalem tetapi tidak bertahan lama karena kekuasaanya kembali dikuasai Islam tahun 1242. Paus Innocentius IV mempelopori perang salib kedelapan yang dipimpin oleh Raja Prancis Louis IX, dari perang salib ini pada tahun 1249 Damietta ( Mesir) direbut hampir selama empat tahun tetapi ia kembali ke Prancis karena terjadi kekacauan dinegaranya. Tahun 1271-1272 terjadi perang salib kesembilan. Pada perang salib ini Edward melanjutkan takhta Louis ke IX, pada akhirnya perang salib ini tidak membuahkan hasil yang baik dan menjadi akhir perang salib besar yang terjadi sepanjang abad tersebut. Meskipun perang salib besar telah selesai, tidak dapat dipungkiri sering terjadi juga perang salib kecil di beberapa wilayah di dunia yang sering dilatar belakangi oleh faktor agama, bahkan hingga saat ini.
Terjadinya perang-perang besar maupun kecil melawan Islam saat itu tidak menyurutkan semangat Gereja Barat untuk terus berkarya dan menyebarkan Injil. Tidak dipungkiri selama masa ekspansi Islam hingga masa perang salib muncullah ordo-ordo baru di Gereja Barat seperti ordo Dominikan[19] dan juga ordo Fransiscan[20] yang di pelopori oleh tokoh bernama Fransiscus dari Asisi. Selain itu seorang tokoh bernama Bernardus yang mendirikan biara di Clairvaux dan menjadi pusat spiritual dan pengaruh politik yang besar. Kemudian pada tahun 1150 Universitas Paris dan Universitas Oxford didirikan.  Selanjutnya di tahun 1173 Peter Waldo memulai garakan kaum Waldens[21] yang menekankan kemiskinan, khotbah dan Alkitab. Pada saat itu Gereja menuduh para gerakan ini sebagai gerakan yang sesat. Namun gerakan ini berkembang pesat di Perancis selatan dan Italia utara dan penganut kaum ini menolak sumpah dan perang. Mereka lebih memilih berpegang teguh pada Alkitab.

II.      Misi Katolik di Asia
Masuk dan meluasnya agama Islam di Asia bahkan hampir di seluruh benua di dunia merupakan tolak ukur kemunduran bagi kekristenan. Gereja-gereja di daerah kekuasaan Islam berusaha mati-matian mempertahankan imannya. Gereja Timurpun diketahui keberadaanya mulai merosot drastis bahkan hampir hilang. Tetapi Gereja Barat praktis berkembang di benua Eropa. Memasuki abad ke XV, menjadi zaman baru bagi Gereja Barat, semangat menginjili yang tadinya menurun karena ekspansi Islam mulai tumbuh lagi. Dengan adanya reformasi yang dipelopori Luther, Calvin dan para tokoh Protestan lainnya menumbuhkan semangat pembaruan. Tidak hanya itu perkembangan ilmu teknologi, budaya, dan rohani juga menjadi salah satu faktor yang ikut mempengaruhi semangat baru untuk menginjili tersebut. Gereja Katolik Roma akhirnya mengadakan misi penginjilan ke seluruh wilayah yang belum diinjili yang ada di dunia melalui jalan laut. Sebenarnya ada beberapa faktor yang ikut dalam misi tersebut yaitu faktor ekonomi, politik, dan agama[22].
Saat itu bidang perekonomian tengah dikuasai oleh Islam, dengan mencoba ikut berdagang dan berusaha mematahkan jalur perdagangan Islam, misi tersebut dilancarkan. Selanjutnya dalam bidang politik, Roma Katolik juga berupaya untuk memperluas daerah kekuasaannya di daerah yang belum dikuasai Islam, maupun yang sudah dikuasai Islam. Dalam bidang agama, Paus menginginkan agar penginjilan bisa sampai dan merata di seluruh benua. Melalui pedagang-pedagang dan pelaut Spanyol serta Portugal misi tersebut mulai berlayar ke seluruh benua termasuk di Asia.

A.    Jepang
Kekristenan memasuki Jepang sekitar abad ke XVI. Saat itu agama yang berkembang sebelum kekristenan muncul adalah agama Syinto. Agama ini pada dasarnya menyembah objek-objek alam bahkan manusia yang dianggap mempunyai kekuatan supra-alami atau rohani. Selain agama Syinto, agama Buddha juga sudah berkembang melalui kaum bangsawan di Jepang sejak abad ke IV. Agama Buddha menjadi makmur di Jepang dan mengambil peran penting dalam bidang politik di sana. Pada abad ke XVI didirikanlah pemerintahan pusat yang kuat dan berusaha melawan tokoh-tokoh Buddha. Hal ini berdampak pada keterbukaan orang-orang dari golongan istana terhadap iman Kristen. Dari situ, Kristen masuk dan berkembang sangat cepat di Jepang. Salah satu tokoh yang ikut dalam perkembangan Gereja di Jepang adalah Fransiscus Xaverius[23].
Perkembangan kekristenan di Jepang lama kelamaan mulai terhambat karena kaum Buddha berusaha untuk mempengaruhi dan kembali bersekutu dengan pejabat-pejabat bahkan kaisar Jepang yang tadinya membantu kekristenan memerangi mereka. Selai itu Jendral Toyotomi Hideyoshi salah satu orang yang pada awalanya menerima Kristen dengan baik mulai ikut membenci Kristen karena ia curiga akan kekristenan yang tumbuh dan berpengaruh di antara golongan tinggi Jepang juga menjadi salah satu faktor penghambatannya. Akibatnya pada tahun 1587 Hideyoshi mengeluarkan edik yang tujuannya hendak mengusir orang-orang Kristen dari Jepang. Tetapi baru pada tahu 1597 edik tersebut dilaksanakan, dengan menyalibkan 26 orang Kristen, penghancuran gedung gereja dan semua pekabar injil di usir dari Jepang.
Penganiayaan terhadap orang Kristen di Jepang makin meningkat ketika tahun 1603 dimana Hideyoshi digantikan oleh Ieyasu (wakil kaisar). Ieyasu melarang pembaptisan terhadapap kaum daimyo. Pada tahun 1604 ia mengeluarkan edik yang menuduh orang Kristen berusaha merubah pemerintahan dan merebut kekuasaan, akibatnya banyak tokoh Kristen Jepang diasingkan ke Cina, Manila, dan Filipina. Setelah kematian Ieyasu, penghambatan makin parah dengan ancaman penyiksaan serta pembunuhan bagi orang yang tidak mau menyangkal iman Kristennya. Sekitar tahun 1614 dan 1643 hampir sebanyak 5000 orang Kristen mati syahid. Saat itu kekristenan makin dicurigai dalam masyarakat dan makin dianggap jahat serta berbahaya. Namun meskipun begitu kekristenan tetap berusaha ada di Jepang dengan membangun “gereja bawah tanah” secara diam-diam selama dua abad[24].
B.     Cina
Agama Kristen sudah dua kali memasuki Cina dan berhasil berkembang sesaat namun tidak sampai berakar. Salah satu faktor yang mengganggu perkembangan Kristen di Cina adalah agama Kong Hu Cu yang berkembang di Cina. Selain itu agama Buddha dan Taoisme juga ikut menjadi salah satu faktornya. Pada tahun 1583 dua orang tokoh Yesuit, yakni Michael Ruggerius dan Matteo Ricci, diizinkan menetap di Kanton. Matteo Ricci menggunakan keahlian-keahliannya sebagai cara untuk menarik perhatian golongan masyarakat tinggi. Ia menyesuaikan diri dengan baik di Cina dengan ikut berpakaian gaya Cina seperti jubah biarawan Buddha dan jubah sutra cendekiawan Kong Hu Cu.
Pada tahun 1601, Ricci memasuki ibukota Beijing dan mendapatkan penerimaan di istana. Hasil pelayanannya membuahkan hasil dengan mengkristenkan beberapa orang cendekiawan. Pelayanan Ricci melemah dikarenakan oleh kontroversi mengenai upacara adat istiadat di Cina, selain itu kaum Buddha yang juga ikut menentang kekristenan juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan penghambatan kekristenan di Cina[25].
C.    India
Di akhir abad ke XVI Gereja Katolik Roma yang memasuki Goa mulai berkembang yang bermula dari daerah pantai India. Dalam perkembangan Gereja di India, di hadapi dengan kesulitan dari agama Hindu yang sudah mendarah daging dalam masyarakat India serta agama Islam yang juga mengalami perkembangan yang terlebih dahulu dari kekristenan. Saat itu umat Islam dari Afganistan menyerbu India dan berhasil menguasai India bagian utara dan selatan, dan dari situ Islam membentuk kekaisaran Moghul.
Gereja Katolik Roma yang ada di India pada akhirnya berusaha menginjili bangsa Moghul. Hal ini ditanggapi dengan senang hati oleh kaisar Akhbar yang mengajak serikat Yesus yang juga menginjil di sana untuk mengutus pekabar Injilnya ke istana. Akhirnya kaisar memperbolehkan warganya menjadi Kristen dan membangun Gereja di Lahore. Kaisar Akhbar rupanya memiliki rencana memecahkan persoalan agama di negaranya dengan jalan menyusun sendiri agama baru yang bersifat sinkretisme, namun sayang agama sinkretis dan Gereja Katolik kurang berkembang dengan baik.
Di daerah lainnya De Nobili berhasil menginjili beberapa orang Brahmin, tetapi Gereja dilemahkan oleh permasalahan baru yakni kontroversi mengenai upacara istiadat Malabar. Dari pengalaman sebelumnya akhirnya dalam setiap permasalahan yang dialami Gereja, akhirnya Gereja memutuskan untuk selalu menolak bahaya sinkretisme atau berkompromi dengan agama-agama lain. Hal ini mengakibatkan Gereja susah berkembang di India.
D.    Burma/Myanmar
Diketahui bahwa raja Burma atau Myanmar selalu menolak kedatangan orang asing dan masyarakat juga bersikap tidak baik kepada kaum pendatang. Pada tahu 1554 dua orang tokoh Dominikan diutus ke Burma untuk tugas menginjili kaum pedagang di sana. Namun setelah tiga tahun melayani para tokoh tadi akhirnya meninggalkan Burma. Beberapa tahun kemudian sejumlah prajurit Portugis ditangkap dan dipekerjakan sebagai pengawal istana yang pada akhirnya terjadi kawin campur antara Portugis dan Burma. Saat itu di Burma sudah brkembang agama selain Kristen yakni Buddha. Semua usaha misi yang memasuki Burma harus menghadapi para imam-imam Buddha yang diketahui tidak menyukai Kristen.
Telah banyak misi-misi penginjilan yang gagal di Burma dan hanya meninggalkan penghambatan bagi para missionarisnya. Misalnya sekitar tahun 1693 dua pekabar Injil dari Perancis disiksa dan dibunuh. Kemudian tahun 1764 seorang uskup Burma pertama tewas dibunuh bersama dua pastor dari Ordo Barnabas. Tetai dalam pemerintahan raja Taninganwe misi pekabaran Injil mulai melihat titik terang yang dikarenakan sang raja memberi izin kepada dua pastor bernama Villoni dan Calchi untuk membangun Gereja dan berkhotbah. Akhirnya di awal abad ke 19 sudah terdapat dua gedung Gereja yang didirikan di kota Rangoon dan berhasil mengkristenkan sekitar 3000 orang. Selanjutnya di abad itu juga Gereja Katolik Roma ikut berkembang meski agak terlambat di awal, namun belakangan sudah didirikan tiga vikariat rasuli, dua seminari dan banyak sekolah. Dari situ tampak juga bahwa Gereja Katolik Roma lebih berhasil mengkristenkan orang-orang yang tinggal di pedalaman dan pegunungan daripada di kalangan masyarakat Burma itu sendiri.
E.     Filipina
Dalam sejarah Gereja di Filipina pada abad ke XIII sampai abad ke XVI di Filipina dapat dikatakan merupakan sejarah Katolik Roma yang paling bersejarah sebab dengan mudahnya ajaran ini bisa berkembang begitu pesatnya tanpa ada hambatan-hambatan yang cukup rumit. Bahkan dapat di catat orang-orang yang sudah memeluk iman kristen di Filipina sampai pada tahun 1586 telah mencapai 400.000 orang dan tentunya ini merupakan sebuah kemajuan yang luar biasa dalam 55 tahun kedatangan Spanyol di Filipina.
Keberhasilan dalam pekabaran Injil ini tentunya tak lepas dari perjuangan tokoh-tokoh pekabaran Injil seperti Pedro Chirino. Pedro Chirino merupakan tokoh pekabaran Injil yang berasal dari Ordo Yesuit[26]. Dalam melaksanakan tugas pelayanan di Filipina, Chirino mengunakan metode yang cukup sederhana namun begitu berpengaruh. Chirino dalam misinya mengajar terlebih dahulu kepada anak-anak kecil sebab menurutnya anak-anak akan lebih cepat memahami dan lebih cepat untuk mengerti tentang pengajaran iman Katolik Roma dan setelah itu anak-anak yang telah dididik inilah yang kemudian harus mengajar para orang tuanya. Sebelum metode ini dilaksanakan Chirino terlebih dahulu membangun sebuah sekolah yang bertempat di kota Taytay. Tujuannya adalah agar para murid-muridnya dapat belajar iman Katolik di sekolah tersebut.
F.     Siam/Thailand
Pada tahun1511 seorang tokoh bernama Albuquerque yang berhasil merebut pelabuhan Malaka mengutus delegasi ke Ayuthia ibukota Siam. Dari situ para utusannya disambut baik oleh pihak kerajaan dan diberikan izin berdagang di Thailand. Pada tahun 1555 uskup Goa mengutus dua pastor Dominikan ke Siam namun ditolak dan mati syahid disana dikarenakan bangsa Siam menentang misi Kristen masuk ke wilayahnya. Namun suatu ketika raja Narai meminta pertolongan dari Perancis untuk melawan Belanda, dari situ untuk pertamakali misi Katolik di perbolehkan untuk dijalankan di Siam.
Pada tahun 1662 uskup Pierre Lambert de la Motte bersama 27 pastor Katolik tiba di Siam dan mendirikan seminari empat tahun kemudian. Constantin Phaukon, seorang upahan Yunani beragama Katolik, diangkat menjadi menteri di kerajaan Narai. Hal ini mengakibatkan banyak orang iri hati kepadanya dan pengaruh besarnya. Tahun 1688 terjadi pemberontakan yang ditujukan kepada Phaukon. Akibatnya ia dibunuh dan umat Kristen di luar ibukota di tindas. Stelah itu terjadilah penyerangan Burma ke Siam yang mengakibatkan perang. Pada tahun 1856 pekabaran Injil mulai lagi berkembang dan akhirnya tahun 1885 seminari dibuka di sana. Misi Katolik lebih berhasil dikalangan masyarakat non-Thai yang sejumlah besar adalah orang Cina.

III.      Misi Protestan di Asia
Perkembangan Gereja Protestan dinilai lebih terlambat daripada Gereja Roma Katolik yang telah menyebarkan Injil ke seluruh benua. Semasa reformasi gereja-gereja Protestan mengalami banyak kendala dan perjuangan yang cukup berat. Pada abad ke 16 misalnya Belanda yang notabene merupakan Protestan dijajah oleh Portugis dan Spanyol yang merupakan Katolik. Terjadi permusuhan antara Protestan dengan Katolik di masa itu karena faktor ekonomi, doktrin keagamaan, dan politik. Memasuki abad ke 17 Inggris yang juga di kenal sebagai Protestan beserta Belanda mulai mencoba mematahkan perkembangan Katolik dibeberapa wilayah di dunia dengan melakukan penjajahan dan perang diluar daerah melalui perusahaan perkapalan swasta. VOC yang didirikan pada tahun 1602 juga mulai berkembang dan mengambil alih kekuasaan Katolik di Asia karena ikut memeranginya[27].
A.    India
Salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam kekristenan di India adalah William Carey. Ia merupakan seorang pendeta Gereja Baptis yang melayani jemaat sembari merangkap sebagai tukang sepatu dan guru sekolah. Dalam pelayanannya ia memiliki prinsip. Pertama pekabaran Injil disebarkan seluas-luasnya dengan cara dan metode apapun tetapi tidak termasuk menggunakan kekerasan. Kedua penerjemahan Alkitab dengan bahasa setempat yang dilakukan sebanyak mungkin. Ketiga mendirikan jemaat yang dapat mandiri secepatnya. Keempat meneliti budaya, agama, dan bahasa setempat. Dan yang kelima adalah mendirikan seminari untuk mendidik pendeta setempat.
Pada tahun1819 Serampore Collage berhasil didirikannya, dan menjadi pusat belajar theologia Protestan di India. Dalam pelayanannya, ia dibantu oleh dua temannya bernama William Ward dan Joshua Marshman. Bertiga mereka mendirikan serampore trio. Hasil dari pelayanannya di India adalah dengan berdirinya beberapa lembaga misi sedunia.
B.     Cina
Di cina terdapat tiga tokoh penting yang ikut mempengaruhi perkembangan Gereja Protestan. Mereka adalah Robbert Morrison, Hudson Taylor, dan Timothy Richards. Robbert Morrison melakukan karya Portestannya di Cina dengan menerjemahkan Alkitab kedalam bahasa Cina dan meletakkan dasar misinya di sana. Hudson Tyalor dengan badan misinya CIM mengabarkan Injil secara luas dipedalaman Cina. Hal ini ditujukan agar orang-orang Cina percaya secara pribadi kepada Tuhan Yesus. Ia berusaha menyesuaikan diri dan membaur dengan masyarakat Cina serta mendirikan Gereja asli di Cina, dan pada tahun 1905 sebanyak kurang lebih sepersepuluh orang Protestan Cina telah dikristenkan atas hasil pelayanannya.
Kemudian Timothy Richards, memiliki tujuan untuk medidik golongan terkemuka agar kebudayaan Cina bisa diresapi nilai-nilai Kristen. Diketahui saat itu sejumlah pemimpin prtama gerakan revolusi Cina merupakan alumni dari sekolah dan perguruan tinggi Kristen. Seorang tokoh Cina sendiri bernama Wang Mingdao berusaha memimpin gerakan Kristen Cina yang bersifat asli serta bebas dari pengaruh Barat bahkan dibidang perekonomian. Sayangnya misi Protestan menghadapi tantangan di Cina ketika tahun 1949 dikarenakan kaum komunis berhasil menguasai Cina.
C.    Korea
Perlu dilihat bahwa kekristenan sendiri berkembang lebih baik di Korea daripada di negara-negara Asia lainnya. Hal ini dikarenakan inisiatif orang-orang Korea tersebut yang ingin mengenal Kristen sebelum Kristen tersebut datang. Selain itu kurangnya penghambatan dari agama-agama lain seperti agama animistis syamanisme juga menjadi faktor mengapa kekristenan kelihatannya berhasil di Korea. Di samping itu selama penjajahan Jepang di Korea, kekristenan mendapatkan sisi positif karena dianggap tidak ada hubungannya dengan imperialisme melainkan berhubungan dengan nasionalisme Korea. Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Korea yang dilakukan penginjil juga menjadi salah satu alasan perkembangan kekristenan.
Sekitar tahun 1880, pekabar Injil dari Amerika memasuki Korea. Mereka membaurkan penginjilan dengan pelayanan masyarakat seperti pelayanan medis dan pendidikan. Di Korea terdapat Gereja Presbiterian yang dalam perkembangannya memakai asas-asas Nevius. Asas Nevius berarti Gereja merambat sendiri, memiliki kepemimpinan sendiri, memiliki pembiayaan sendiri, dan pendidikan alkitabiahnya sendiri. Gereja Presbiterian merupakan Gereja yang berkembang paling baik di Korea. Hal ini terjadi terutama di antara masyarakat petani yang kaya di Korea Utara. Selain itu gereja juga dapat berkembang karena menggunakan metode penginjilan pribadi dalam keluarga. Sekitar tahun 1900 dan 1910 terjadi kebangunan rohani yang makin menguatkan iman orang-orang Kristen dan Gereja. Meskipun dapat berkembang dengan baik, tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan tersebut juga mendapatkan hambatan dan tantangan. Hambatan dan tantangan yang sempat memepengaruhi gereja di Korea adalah ketika terjadi penjajahan Jepang yang melakukan penganiayaan. Kendatipun begitu kekristenan masih bisa bertahan dan menganggap penjajahan tersebut sebagai pemurnian iman.



Refleksi Historis
Dari perjalanan sejarah Gereja hampir selama dua ribu tahun lamanya dapat terlihat bahwa untuk bertahan dari situasi yang saat itu penuh dengan penghambatan sangatlah sulit. Penghambatan tidak hanya datang dari agama-agama pendatang yang terlihat kurang memiliki sikap toleransi dan sering mendiskriminasi tetapi juga datang dari dalam diri gereja itu sendiri misalnya lewat perbedaan sudut pandang teologi ataupun lewat keegoisan diri para petinggi gereja yang merasa paling benar dan berkuasa. Hal ini masih dapat kita rasakan di masa kini. Penghambatan dari agama-agama lain juga masih dapat kita jumpai, diskriminasi dari orang-orang beragama lain yang terlihat menjadi mayoritas dalam masyarakat yang majemuk sering dapat dijumpai bahkan masih dirasakan oleh orang-orang Kristen masa kini. Padahal jika saja sikap toleransi antar umat beragama bisa terjalin dengan baik, tentunya berbagai hambatan yang bersifat diskriminasi tersebut tidak perlu terjadi dan dapat dihindari.
Untuk penghambatan dalam diri Gereja juga saat ini masih dapat terjadi. Kenyataan yang terjadi bahwa masih ada di antara hamba Tuhan yang dalam hal ini pelayan-pelayan Gereja yang justru saling berselisih paham bahkan menganggap bahwa ajaran darinyalah yang paling benar. Melihat hal itu tidak jarang terjadi perpecahan bahkan timbul sebuah permusuhan dalam diri Gereja di masa kini. Dapat dilihat dalam 1 Korintus 1:10-17, sebaiknya bisa menjadi renungan bagi Gereja masa kini agar tidak terjadi perpecahan yang apa lagi bila hal itu terjadi karena pelayan-pelayan Gereja yang seharusnya menjadi panutan bagi jemaatnya.



[1]. Bendrio P. Sibarani, Gerakan-Gerakan Pembaharuan Dalam Sejarah Gereja, (Yogyakarta: Deepublish, 2013) hal. 1
[2] . A. Kenneth Curtis Dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007) hal. 1-2
[3] . Ibid, hal. 3-5
[4] . Op.Cit, hal. 7
[5] . H. Berkhof & I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2009), hal. 22
[6] . Op.Cit, hal. 8
[7] . F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2003), hal. 160
[8] . Bendrio P. Sibarani, Op. Cit, hal. 13
[9] . Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012) hal. 23
[10] . Ibid, hal. 32
[11] . Op.Cit, hal. 15
[12] . A. Kenneth Curtis Dkk, Op.Cit, hal. 31
[13] . Ibid.
[14] . Th. Van den End, Harta Dalam Bejana Sejarah Gereja Ringkas, Op. Cit, hal. 71

[15]. Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hlm. 13
[16] . Ibid. hal. 61
[17] . Ibid. hal. 71
[18] . A. Kenneth Curtis Dkk, Op.Cit, hal. 54-55
[19] . Ordo Dominikan merupakan sebuah ordo yang didirikan oleh Dominicus di Spanyol. Ordo ini sering disebut ordo predecatorum
[20]. F. D. Wellem, Op.Cit, hal. 106
[21]. Kaum Waldens merupakan sekumpulan orang-orang miskin dari Lyon yang juga pengikut dari gerakan yang dipelopori Peter Waldo.
[22] . Thomas Van den End, Op.Cit, hal. 204-205
[23]. Fransiscus Xaverius lahir pada tahun 1506  di daerah pegunungan Baskis, Spanyol Utara. Xaverius ketika melanjutkan studi di Universitas Paris merupakan teman kuliah Ignatius Loyola. Dalam metode pengajarannya, ia memulai terlebih dahulu memulai pengajarannya terhadap anak-anak dengan mengajarkan empat pokok Iman Katolik yakni Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli, Kesepuluh Hukum serta Ave Maria. Lih. Anne Ruck,  Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2006), hal. 97
[24] . Dr. Anne Ruck, Op.Cit, hal. 101-106
[25] . Ibid, hal. 106-111
[26]. Ordo Yesuit merupakan Ordo yang diresmikan pada tahun 1540 dalam Bulla Paus “Reqimini Militantes”. Salah satu tokoh yang terkenal dari Ordo ini adalah Fransiscus Xaverius dan Ignatius Loyola. Lih. Anne Ruck,  Sejarah Gereja Asia, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2011), hal. 97
[27] . Ibid, hal. 87-93